SATULIS.COM, KONAWE UTARA – Ratusan pemuda yang tergabung dalam Forum Pemuda Peduli Sumber Daya Alam (FPPSDM) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar aksi unjuk rasa terkait aktivitas penambangan nikel secara ilegal di Desa Marombo, Konawe Utara, Jumat (23/9/2022).
Aksi itu diwarnai dengan pemblokiran ruas jalan yang dilalui truk pengangkut material nikel mentah menuju jetty menggunakan balok. Tak hanya itu, massa juga membakar ban bekas dan membentangkan spanduk penolakan agar mobil-mobil pengangkut tak dapat melintas.
Korlap aksi, Lamasali Lapandewa mengungkapkan, terdapat tiga poin dalam aksi yang digelar kali ini. Pertama meminta pihak berwajib kepolisian agar lakukan sidak terkait pemilik tambang yang mencoba kucing-kucingan dalam melakukan aktivitasnya.
Kemudian, lanjutnya, meminta menteri investasi, Bahlil Lahadalia agar meninjau langsung lokasi penambangan di Marombo.
“Dan meminta polda Sultra agar turun langsung melihat kondisi yang terjadi di Marombo saat ini,” terangnya.
Pria yang akrab disapa Saleh Key ini menambahkan, aksi ini bertujuan untuk menjaga keutuhan dan ketertiban dalam pengelolaan tambang nikel di Bumi Anoa ini. Selain itu, terdapat kepedulian pemerintah agar tak terjadi kerugian negara akibat dari aktivitas ilegal itu.
Menurut jenderal lapangan, Sarifudin, berdasarkan data dari Ditreskrimsus Polda Sultra dan Jajaran Polres setempat tahun 2020 melalui Rapat Koordinasi dengan Dinas Terkait menyebutkan bahwa, terdapat 7 perusahaan tambang nikel di Sultra yang melakukan pelanggaran.
Dari 7 perusahaan yang diketahui, 5 diantaranya berada di Kabupaten Konawe Utara.
“Ada pun pelanggaran yang dimaksud yakni aktivitas tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan menambang di dalam kawasan hutan. Kasus ini serupa dengan yang terjadi di luar Konawe Utara,” terangnya.
Lebih jauh dikatakan, aktivitas penambangan ilegal di Areal Penggunaan Lain (APL) maupun di dalam kawasan hutan dianggap telah merugikan masyarakat, daerah, dan negara. Disisi lainnya juga telah memicu terjadinya kerusakan alam dan lingkungan atau degradasi hutan, deforestasi, dan perubahan tutupan lahan yang dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat setempat.
“Olehnya itu kami berharap agar negara hadir dalam kasus ini,” pungkasnya. (Adm)