LABUNGKARI, SATULIS.COM – Proyek pembangunan gerbang lintas perbatasan Kabupaten Buton Tengah (Buteng) disoal. Tanah yang dihibahkan untuk pembangunan proyek yang dimenangkan CV NR. Rezky Construktion senilai Rp 1.418.280.000 meninggalkan masalah.
Mantan Camat Lakudo, H La Imu sebagai pihak yang menghibahkan tanah, diduga bukanlah pemilik asli dari lahan tersebut. Melainkan milik H Udin yang diserobot secara diam-diam dan telah disertifikatkan. “Saya kaget, kenapa lahan saya tiba-tiba digali pihak kontraktor untuk pembangunan gerbang. Mereka itu izin sama siapa?”, Kata H Udin.
Kesal karena lahannya dipakai begitu saja tanpa minta izin, H Udin lantas menyuruh kemenakannya menghentikan kegiatan proyek dengan memasangkan tanda larangan. Dari situlah kemudian terungkap jika lahan miliknya tersebut telah disertifikatkan atasnama H La Imu dan yang bersangkutan telah menghibahkan tanah tersebut ke pemerintah.
Merasa lahannya di serobot, H Udin kemudian mendesak kepala Desa Onewara untuk mengundang Muspika, tokoh adat dan masyarakat, serta pihak yang bersengketa, mengadakan rapat digedung balai Desa onewara. Hadir dalam rapat, Kapolsek Lakudo, AKP Halim Kaonga, Camat Lakudo, Kepala Desa, Pemangku adat dan Ratusan masyarakat Desa Onewara.
Sebelum mulai rapat tersebut, Kapolsek dan Camat memberikan arahan kepada Masyarakat. Agar menjaga ketertiban jangan sampai terjadi hal hal yang tidak diinginkan. “Untuk tertipnya jalan rapat ini masing masing pihak mengajukan pertayaan satu menit,” ujar Kapolsek .
“Maaf pak. Baiknya H La Imu yang lebih dulu memberikan keterangan, bagaimana bisa tanah saya disertifikatkan atas namanya,” katanya.
Dalam keterangannya, H La Imu mengaku kalau dirinya dengan H Udin masih keluarga dan tanah tersebut merupakan bagiannya. Pengurusan sertifikat tanah sejak tahun 1993 dan terbit tahun 1994. “Tidak benar, lahan itu merupakan warisan dari orang tua ku,” timpal H Udin.
Dikatakan H Udin, sebelumnya pihaknya telah melakukan sidang bersama pemangku adat sebanyak empat kali. Sayangnya H La Imu enggan hadir dalam sidang pemangku adat. Setelah melalui diskusi panjang, H La Imu akhirnya memperlihatkan sertifikat tanah yang diperoleh dari prona. Terungkap jika tanah tersebut disertifikatkan pada tahun 2006, bukan 2004. Selain itu tertuang dalam sertifikat jika tanah tersebut berbatasan dengan tiang.
“Kami sekeluarga tidak mempersoalkkan pembangunan tersebut, tapi jangan lahan kami atas nama orang lain, itu kami yang tidak setuju,” kata H Udin. (Adm)
Peliput : Husni