JAKARTA, SATULIS.COM – Wali Kota Kendari non aktif, Adriatma Dwi Putra bersama sang ayah selaku mantan Wali Kota Kendari, Asrun, divonis lima tahun enam bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor,Jakarta Pusat. Keduanya dinyatakan bersalah dan terbukti menerima suap Rp 6,8 miliar dari kontraktor PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah.
“Menjatuhkan pidana terhadap Adriatma dan Asrun penjara masing-masing 5 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta atau subsider 3 bulan kurungan,” ucap Ketua Majelis Hakim Haryono saat membacakan vonis keduanya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (31/10) seperti dilansir Merdeka.com.
Dalam vonis tersebut majelis hakim mencantumkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan terhadap vonis Adriatma dan Asrun, keduanya tidak mendukung pemerintahan yang bersih, tidak mengakui perbuatannya, tidak menyesali perbuatannya.
“Hal hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, dan punya tanggungan keluarga,” ucapnya.
Vonis majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK yang menuntut ayah dan anak tu dengan tuntutan delapan tahun penjara, denda Rp 500 juta, atau subsider enam bulan kurungan.
Adriatma yang baru menjabat Wali Kota sejak 2017 ini disebut menyetujui dan memenangkan PT SBN untuk melaksanakan proyek tahun jamak (multi years) pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020. Jaksa menyampaikan Asrun menunjuk Adriatma dan Fatmawaty Faqih sebagai tim pemenangan pasangan calon gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun-Hugua. Salah satu tugas mereka ialah mengurusi dan mengumpulkan dana kampanye.
Pada Oktober 2017, Hasmun Hamzah menemui Fatmawaty di rumahnya. Dalam pertemuan dibicarakan proyek yang telah maupun yang akan dikerjakan Hasmun. Dalam pembicaraan itu Fatmawaty menyampaikan mahalnya biaya politik yang dibutuhkan Asrun di Pilkada Sulteng. Kemudian meminta bantuan Hasmun.
Pada 23 Januari 2018, Hasmun diumumkan sebagai pemenang lelang paket pekerjaan tahun jamak pembangunan Jalan Bungkukoto-Kendari New Port tahun anggaran 2018-2020 dengan nilai kontrak Rp 60,168 miliar.
Selanjutnya Adriatma mengundang Hasmun datang ke rumah jabatan wali kota melalui aplikasi Telegram pada 16 Februari 2018. Adriatma kemudian meminta bantuan Hasmun untuk membiayai kampanye ayahnya dan meminta uang Rp 2,8 miliar. Hasmun menyanggupi dan menyerahkan uang tersebut pada tanggal 26 Februari 2018.
Setelah itu Hasmun Hamzah, Adriatma Dwi Putra, Asrun dan Fatmawaty Faqih ditangkap petugas KPK dan beberapa hari kemudian uang yang diterima Adriatma Dwi Putra tersebut diserahkan Ivan Santri Jaya, Kisra Jaya Batari dan Sadam kepada penyidik KPK dalam bungkus kardus coklat dengan tulisan ‘Paseo’, selanjutnya dihitung menggunakan mesin penghitung uang dengan disaksikan Rini Erawati Sila, Hidayat, Wahyu Ade Pratana, Kisra Jaya Batari, Ivan Santri Jaya dan Sadam ternyata jumlah seluruhnya hanya Rp 2.798.300.000.
Adriatma dan Asrun divonis telah melanggar Pasal 12 b UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (Adm)