SATULIS.COM, JAKARTA – Majelis Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah memutus perkara dugaan pelanggaran administrasi dengan Pelapor Hendri Makaluasc, (2/9/2019).
Putusan Bawaslu dalam Perkara No. 83/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2019 menuai banyak kritikan dari pendukung caleg Cok Hendri Ramapon. Pasalnya, Majelis Bawaslu telah menyalahi aturan hukum dengan menetapkan caleg terpilih.
“Bawaslu hanya berwenang untuk memutus mengenai penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu, bukan menetapkan calon terpilih. Itu sudah menyalahi aturan hukum karena sudah tertuang dalam Pasal 461 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu” ujar Dian Farizka, Pengacara Cok Hendri Ramapon sekaligus Pengacara Konstitusi.
Sebelumnya, perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Calon Legislatif ini sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara No. 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019, MK menyatakan bahwa permohonan Hendri Makaluasc dikabulkan sebagian dengan menerapkan perolehan suaranya sebanyak 5.384 suara.
Namun dari putusan MK tersebut kata Dian Farizka, perolehan suara Cok Hendri Ramapon tetap unggul, yaitu dengan perolehan suara sebanyak 6.599 suara. Dengan demikian, Cok Hendri Ramapon lah yang berhak menduduki kursi DPRD Provinsi Kalbar dari Partai Gerindra Dapil Kalbar 6.
Lebih lanjut Dian Farizka memaparkan, dari kedua putusan lembaga tersebut, KPU tidak perlu ragu menetapkan Cok Hendri Ramapon sebagai caleg terpilih, karena putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding).
“Putusan MK tidak bisa dilakukan upaya hukum lagi, karena sifat dari putusan MK bersifat final and binding,” tutur Dian.
“Karena itu, putusan Bawaslu seharusnya cukup memperbaiki administrasi saja, tidak perlu menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah kalah, karena itu menyalahi aturan hukum kepemiluan,” tambah Dian.
Perkara perselisihan antar caleg yang terjadi di Dapil Kalbar 6 ini pernah juga terjadi pada kasus Oman Sapta Oedang (OSO) pada awal 2019. Oleh Zainal Arifin Mochtar Selaku Ahli Konstitusi berpandangan bahwa dalam Perkara OSO, semestinya KPU tetap berpegang teguh pada putusan MK sebagai lembaga tertinggi penafsir undang-undang.
“Kami berharap KPU bisa bercermin pada perkara sebelumnya (OSO), jangan sampai putusan Bawaslu menjadi putusan yang melanggar hukum dan mengganggu hak konstitusional Caleg Cok Hendri Ramapon, apalagi sudah ada putusan dari MK dan tidak ada upaya lain” tutup Dian. (Adm)