SATULIS.COM, BAUBAU – Proyek pembangunan titik labuh kapal yatch oleh dinas Pariwisata Kota Baubau terus berpolemik. Kejaksaan Negri (Kejari) Baubau sebagai Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) dalam kegiatan itu, tidak luput dari sorotan.
Imbasnya, sejumlah masa yang menamakan diri Penyuara Tangisan Rakyat (PETRA), mendatangi kantor Kejari Baubau, Senin (15/9/2019) untuk menggelar audens dengan pihak Kejaksaan. Dalam tuntutannya, PETRA mendesak agar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Baubau, Gasper A. Kase dimutasi.
PETRA juga meminta agar Ketua TP4D Kejari Baubau dimutasi serta mencopot kepala Dinas Pariwisata Kota Baubau, Ali Arham dan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku.
Berdasarkan hasil investigasi PETRA, proyek pembangunan titik labuh kapal yatch, diduga telah melanggar peraturan perundang-undangan, antara lain Pasal 61 UU no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, UU no 32 tahun 2009 tentang PPLH, Pasal 27 UU no 23 tahun 2014 tentang Pemda, UU no 1 tahun 2014 tentang perubahan atas UU no 27 tahun 2007 tentang PWP3K, serta Perda no 4 tahun 2014 tentang RTRW Kota Baubau.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Baubau, La Ode Rubiani SH mengatakan, pihaknya telah menangkap dan sudah mempertanyakan persoalan tersebut ke dinas terkait, dalam hal ini dinas Pariwisata dan dinas PUPR Kota Baubau.
Dikatakan Rubiani, pada saat pemaparan awal, pihaknya telah mempertanyakan kelengkapan dokumen pendukung kegiatan kepada satuan kerja (Satker). Pada saat itu, Satker menyampaikan bahwa semua dokumen penunjang telah lengkap.
“Satker katakan lengkap, jadi kita anggap tidak ada lagi masalah. Sehingga dalam pelaksanaannya kita tidak lagi melihat kebelakang. Tiba-tiba muncul fenomena ini, yah itu kita sudah pertanyakan,” papar Rubiani.
Menurut Rubiani, bila kemudian kegitan tersebut membutuhkan AMDAL dan dokumen tersebut tidak dimiliki, maka ada ketidak transparan Satker kepada TP4D sebagaiman pemaparan awal.
“Kita sudah minta (Kelengkapan dokumen). Minggu ini sudah harus ada jawaban dari dinas Pariwisata. Tergantung nanti tim dalam menyikapi, bisa memutuskan atau menghentikan kegiatan itu. Bagi kegiatan-kegiatan serupa yang kita anggap tidak ada keterbukaan, bukan sesuatu hal yang tidak bisa kita putuskan. Karena prinsipnya kehadiran TP4D itu, bagaimana bisa merealisasikan apa yang sudah Satker rencanakan,” jelas Rubiani. (adm)