SATULIS.COM, WAKATOBI – Ketua Barisan Orator Masyarakat Kepulauan Buton (BOM Kepton), Rozik Arifin dalam press release kepada media coba untuk menjelaskan keganjilan terkait SK Bupati Wakatobi, H. Arhawi yang membahas nilai ganti rugi tanah (lahan,red), Rabu, (11/3/2020).
Ia menjelaskan, bila membaca isi SK pada lampiran pertama, yang dikuatkan dengan tanda tangan Bupati Wakatobi, H Arhawi. bergulirnya APBD Kabupaten Wakatobi TA, 2017, 2018 dan 2019, yang berprioritas pada pembangunan infrastruktur Jalan Umum. Atas itu, Pemkab melalui SK Bupati No 401 tahun 2017 memuat tentang besaran dan standar tertinggi harga tanah dan tanaman bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Wakatobi.
Faktanya, masyarakat hingga saat ini belum juga mendapatkan ganti rugi lahan, terhitung sejak tahun 2017 s/d tahun 2020. Mereka, beranggapan jika Pemkab Wakatobi saat ini sudah membodohi masyarakat.
“Saya kira sudah ada alokasi dana penggantian (ganti rugi), yang dikena proyek pembukaan jalan. Tapi, kok Pemkab melalui Dinas PU bilang tidak ada dalam DIPA, terus apa gunanya SK itu?,” herannya.
Bak selayang pandang, pelaksanaan program itu sebelumnya telah dibahas dalam musyawarah mufakat antara Pemkab dengan sejumlah masyarakat, terutama pemilik lahan yang dilewati jalur pembukaan jalan umum, dan SK Bupati pun menjadi landasan hukum. Tapi faktanya Pemda Wakatobi telah berkhianat terhadap hasil pemufakatan.
“Ganti rugi ini sangat wajib, selain SK Bupati, juga punya regulasi UU nya. Pemda Wakatobi stop lah untuk tindas dan bodohi rakyat,” tegasnya.
Aktivis yang dikenal La Ode Pendemo ini, menyebut Pemda Wakatobi sudah tabrak aturan hukum sendiri dan dianggap sepihak. Sebagai aktivis dirinya mendesak Bupati Wakatobi H. Arhawi dan Kepala Dinas PU agar menahan diri untuk menabrak aturan dan pelanggaran jabatan.
Diketahui, beberapa lokasi warga yang dijadikan pembangunan jalan bagi kepentingan umum, diantaranya, jalan lingkar timur Wangi-wangi, yang terletak di Desa Sombu, Mandati.
Hingga beberapa waktu lalu, timbul aksi protes oleh sejumlah masyarakat dan melakukan pemblokiran lokasi pembangunan jalan memakai kayu dan bambu. Hal ini, dilakukannya sebab faktanya pemilik lahan, belum mendapatkan ganti rugi lahan (kompensasi) dari Pemda Wakatobi. (Adm)
Peliput : Cahya