SATULIS.COM, Buton Tengah – Setelah sempat mendapat vonis dari pihak rumah sakit umum daerah (RSUD) Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra) tentang anaknya yang di duga mengidap covid-19, La Nguna (33) dan ibu Hardia (24) asal dusun Malambe, desa Matara, Kecamatan Mawasangka nampaknya sangat terpukul.
Bagaimana tidak, anak yang baru di lahirkan beberapa bulan lalu itu sudah di vonis pihak medis mengidap penyakit yang belum ada obatnya, sehingga pihak medis di RSUD mengabaikan dede Silfia untuk mendapatkan perawatan.
Perlakuan yang dianggap tidak manusiawi itu mulai di rasakan oleh kedua orang tua dede Silfia (3 bulan) saat menyerahkan surat rujukan dari pihak puskesmas Mawasangka dimana di dalamnya termuat bahwa Salfia mengidap sesak napas.
“Awalnya bagus kita di terima medis. Kemudian ada perawat yang tanya tanya saya, katanya ini anak sebelumnya pernah kontak dengan orang lain dan saya jawab tidak pernah,” ucap La Nguna saat di konfirmasi di kediamannya, Selasa (07/04/2020) sore.
Setelah menjawab semua pertanyaan perawat, Ia tak pernah berpikiran buruk dan tak menyangka akan di buat seperti itu. Tepatnya pada Senin (06/04/2020) pukul 11.00 wita malam anak korban sudah mulai kejang kejang.
Melihat kondisi anaknya yang sudah mulai sekarat, ayah korban langsung menghubungi perawat RSUD.
“Saya cari perawat dan sampaikan kalau anaku kejang kejang, tapi da bilang perawat tunggu dokter dulu da lagi mandi,” ceritanya.
Mendengar hal itu, ayah dan ibu dede Silfia berusaha tenang walaupun mereka sangat panik.
Hingga pukul 12 malam, harapan agar anaknya di jengunguk oleh medis tak kunjung datang. Dokter yang katanya mandipun tak pernah menghampirinya namun mereka tetap tabah.
Puncaknya pada pukul 2 pagi, dede Silfia kembali mengalami kejang kejang. Melihat kondisi itu, ayah Salfia kembali memanggil perawat, namun tak di temui satupun di RSUD kebanggaan Buteng itu.
“Saya sampai teriak teriak di rumah sakit tapi tidak ada medis yang datang. Saya pasrah dan hanya baku liat dengan istriku kasian. Kenapa tidak ada orang di rumah sakit sebesar ini,” katanya dengan terisak isak.
Melihat kondisi tersebut, kedua orang tua dede Salfia hanya bisa saling pandang dan menangis satu sama lain.
Namun sayang, saat kedua orang tua dede Silfia kembali melihat anaknya di ruang perawatan di temukan kondisinya sudah kaku tak bernyawa.
“Pukul 6 pagi saya liat anaku sudah kaku tak bernyawa. Saya minta medis untuk periksapun tidak ada yang datang. Nanti jam 8 pagi baru ada medis yang datang minta ke saya agar anaknya di bungkus dan di kebumikan,” sedihnya.
Mendengar keterangan medis, kedua orang tua dede Silfia hanya bisa menangis. Dengan berat hati Ia langsung memandikan anaknya tanpa ada pendamping medis di sampingnya.
“Saya hanya di biarkan sendiri tanpa orang di sampingku saat memandikan. Selain itu saya di suruh oleh medis agar anakku di bungkus pake plastik 2 kali dan terakhir di bungkus pake kantung jenazah warga orange,” katanya lagi dengan nada sedih.
Saat semua sudah siap dan kedua orang tua dede Salfia sudah mau diantar pulang untuk di kebumikan, tiba tiba mobil jenazah RSUD tidak mau mengantar jenazah.
“Katanya harus mobil puskesmas yang antar, tidak bisa mobil ambulance RSUD,” terangnya.
Hingga akhirnya pada pukul 14.30 wita, dede Salfia di antar menggunakan mobil Jenazah milik RSUD melalui rembuk yang panjang dari pihak medis.
Sesampainya di desa Matara, kedua orang tua dede Silfia tidak mendapat simpati masyarakat desa. Isu yang beredar anaknya mengidap covid-19 sudah tersebar dan memaksa dirinya harus berjuang sendiri untuk memakamkan anak ketiganya itu.
Hingga berita tayang, saat media ini mengkonfirmasi kepala RSUD Buteng, dr. Karyadi untuk minta kejelasan penyakit Silfia, nomor handphone yang di hubungi tak kunjung aktif. (Adm)
Peliput : Arwin