SATULIS.COM, Buton Tengah – Tindak kekerasan seksual yang terjadi di desa Matawine, kecamatan Lakudo, Buton Tengah (Buteng) Sulawesi Tenggara (Sultra) beberapa waktu lalu membuat Irwansyah menjadi iba.
Pasalnya, Bunga (14) yang menjadi tindak kekerasan seksual oleh FRH belum mendapatkan penanggulangan dampak psikologis oleh pemerintah daerah melalui dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (DP3A) Buteng.
“KPAI Buteng (maksudnya mungkin DP3A) pernah datang ketemu saya untuk mau ketemu korban. tapi sayang saat saya konfirmasi ke keluarga katanya pengacara korban belum mengijinkan dan saya tidak tahu alasannya apa,” kata Irwansyah saat di temui, Senin (08/06/2020).
Menurutnya, korban saat ini harus secepatnya mendapatkan penanganan serius secara maksimal pada fisik dan jiwanya.
“Dalam waktu dekat saya mau ketemu lagi kadisnya ini (DP3A) untuk bicarakan hal ini. Saya kira pengacara tidak bisa masuk di situ dan dia hanya mengawal kasus hukumnya,” terangnya.
Diketahui, secara medis pemerkosaan bisa menghasilkan cedera ekstragenital, genital, psikologis. Dalam jangka pendek, korban pemerkosaan mengalami ketakutan, mimpi buruk, gangguan tidur, kemarahan, rasa malu, rasa bersalah dan gabungan dari semuanya.
Seiring berjalan waktu, kondisi ini bisa semakin baik dan tidak menutup kemungkinan untuk sembuh. Namun, tetap ada efek jangka panjang dari korban pemerkosaan. Seperti, gangguan stres pasca trauma (posttraumatic stress disorder/PTSD yang mengalami kembali trauma, pengelakan, serta perubahan gairah dan reaktivitas.
Hingga berita ini tayang, kepala dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (DP3A) Buteng, Nurlia Husuni saat di konfirmasi di kantornya sedang tidak berada di tempat. Hal itu di dasarkan atas penuturan dari Sekdin DP3A Buteng, Erika Anzar Sari. (Adm)
Peliput : Arwin