SATULIS.COM, Buton Tengah – Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Buton Tengah (Buteng) Sulawesi Tenggara (Sultra) Firman Kasim menghadiri kegiatan sekolah konstitusi masyarakat desa yang di gelar oleh sejumlah mahasiswa Yogyakarta dan Makassar dengan tema mewujudkan lahirnya generasi yang mampu mengawal dan memetakan proses regulasi pedesaan.
Hadir sebagai pemateri, Firman Kasim menekankan pada seluruh peserta yang hadir, baik delegasi desa ataupun pada sejumlah mahasiswa agar senantiasa memahami sistem tata kelola desa sehingga mampu berargumen untuk menyelesaikan masalah yang ada.
“Tidak semua orang dipemerintahan desa paham regulasi, kita sebagai masyarakat terpelajar di tuntut untuk mengetahui aturan itu sehingga bisa mengetahui bagaimana birokrasi bekerja. Minimal tau sedikit karena itu sebagai pintu masuk,” ucap Firman saat memberikan materi, Selasa (08/09/2020).
Sebab berbicara tentang desa, lanjut Firman, disana ada tanggung jawab negara untuk melakukan pembiayaan terhadap beberapa program kegiatan desa.
“Ada 4 yakni, pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat serta pembinaan kelembagaan,” katanya.
Dalam menjalankan pemerintahannya, desa sebagaimana termuat dalam UU No 6 tahun 2014 bahwa desa mengatur dirinya sendiri tanpa intervensi dari manapun.
“UU No 6 tahun 2014 itu les spesialis. Disana ada 2 asas yang melekat pada undang undang itu yang tidak dimiliki oleh undang undang lain. pertama asas subsideritas dan kedua asas rekognisi,” bebernya.
Dengan 2 asas ini desa memiliki kewenangan penuh mengelola aset dan potensinya untuk menciptakan kesejahteraan bagi warga desanya melalui salahsatunya BUMDes sehingga bisa menurunkan rasio ketimpangan dalam desa.
untuk mensejahterakan masyarakat dalam membangun desa adalah dibutuhkan kuatnya sentuhan inisiasi, inovasi, kreasi dan kerjasama antara aparat desa dengan masyarakat dalam mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama.
Pembangunan desa tidak mungkin bisa dilakukan aparat desa sendiri, tapi butuh dukungan, prakarsa, dan peran aktif dari masyarakat.
Sehingga dengan demikian, masih kata Firman, masyarakat dapat mengetahui seberapa banyak mereka mendapatkan manfaat dari pembangunan, bagaimana uang dibelanjakan, bagaimana keputusan-keputusan dibuat dan bagaimana informasi dibagikan atau disembunyikan.
“Intinya, jika ada ketimpangan upaya advokasi dilakukan masyarakat atau adik adik mahasiswa. tapi yang terpenting saat ini bagaimana kita bisa memahami regulasi didesa secara utuh,” pungkasnya.
Diketahui, kegiatan sekolah konstitusi desa bertempat di balai pertemuan Kecamatan Mawasangka Tengah (Masteng), turut hadir dalam kegiatan tersebut Camat Mawasangka Timur Hermansyah, Camat Mawasangka Tengah La Hamka dan ketua DPRD Bobi Ertanto yang sekaligus membuka kegiatan. (Adm)
Peliput : Arwin