SATULIS.COM, Buton Tengah – Pemilik akun Facebook Rahim kembali di panggil oleh Kepolisian Resort (Polres) Baubau pada hari Selasa (29/09/2020) untuk kedua kalinya terkait dugaan tindak pidana dibidang ITE.
Dalam pemanggilannya yang kedua, Rahim kembali mendapatkan puluhan pertanyaan dari pihak penyidik.
“Dalam proses pemeriksaannya klien saya Rahim, berdasarkan Surat Kuasa Nomor: 03/YLBH-MPK/IX/2020, telah diberikan pertanyaan kurang lebih 13 pertanyaan dari pihak Penyelidik Reskrim Unit II Polres Kota Baubau,” ucap pengaca Rahim, Jayadi SH.,MH saat di konfirmasi, Kamis (01/10/2020).
Dalam pemeriksaan tersebut, fokus kepolisian adalah ingin mengetahui lebih dalam tentang maksud unggahan yang di tulis pada 18 Agustus lalu.
“Pada intinya penyelidik memastikan kepada Rahim, bahwa Penyelidik bertanya “kepada siapa Postingan melalui Facebook dengan kata-kata Seandainya ada orang, bukan kursi yang kita jemur tapi orangnya yang kita jemur sekaligus kita ikat baru kibarkan seperti bendera”.? Klien Saya menjawab “Tidak Ada”. Pertanyaan penyelidik berikutnya adalah “postingan saudara Rahim, dengan menyebutkan kata Orang ditujukan kepada orang tertentu atau orang pada umumnya.?” Klien Saya menjawab “Saya tidak tujukan kepada siapa-siapa,” ceritanya
Dari sejumlah pertanyaan yang ditujukan kepada kliennya, lanjut Jayadi, sangat menarik namun saudara Rahim dapat melewatinya.
“Jika diperhatikan secara analis, pertanyaan ini menarik untuk dikaji, yakni pada pertanyaan penyelidik pada pertanyaan berikutnya diatas. Mengapa.? Karena pihak penyelidik mengajukan pertanyaan yang dapat membuat klien Saya untuk memilih salah satu dari pertanyaan Penyelidik, yakni ditujukan kepada orang tertentu atau ditujukan orang pada umumnya,” lanjutnya.
Menurutnya, pertanyaan ini tampak biasa-biasa saja, tapi kedua alternatif pilihan pertanyaan tersebut diatas dapat dimungkinkan seseorang melakukan perbuatan tindak pidana dibidang ITE, sebagaimana telah diterdugakan.
“Jika Klien Saya Rahim menjawab Saya tujukan kepada orang tertentu, maka Dia terjebak untuk menyebutkan Siapa orang tertentu yang Ia maksud.? demikian juga kalau Rahim menjawab “Saya tujukan kepada orang lain pada umumnya” jawaban ini juga akan menjebaknya bahwa kepada siapa saja kata Orang dalam postingan Rahim akan termasuk sebagai orang yang ditujukan, termasuk juga Anggota DPRD, bisa kena juga, karena orang yang dimaksud adalah orang pada umumnya,” tambahnya.
“Dan saya pastikan klien saya untuk tetap menjawab pertanyaan Penyelidik dengan kata kata kurang lebih sebagai berikut, bahwa “Pernyataan saya tersebut tidak saya tujukan kepada siapa-siapa,” bebernya.
Memperhatikan postingan Rahim, melalui akun Facebook pribadinya pada tanggal 18 Agustus 2020, tidak ditemukan kata-kata yang menyebutkan orang DPRD atau Lembaga DPRD. Baik menyebutkan diri pribadi mereka maupun lembaganya.
“Lantas kenapa para anggota DPRD langsung menilai bahwa diri merekalah yang dimaksud dalam postingan tersebut.? Sedangkan dalam Konten Kalimat yang ditulis RAHIM tidak diketemukan satu katapun yang menyebutkan Ketua DPRD atau salah satu anggotanya, termasuk menyebutkan Lembaga DPRD. Ini sulit diterima akal sehat, meski Kita menerjemahkan kata-kata tersebut dalam makna konteks, namun makna konteks, harus merujuk pada konten yang jelas penyebutannya secara jelas tertulis, bukan tersirat dan multi tafsir dalam pemaknaannya,” katanya lagi.
“Rahim pun dalam menulis pernyataannya, hanya menuliskan kalimat pengandaian, tidak berwujud (Abstrak), tidak memiliki peristiwa Pidana, dan tidak memiliki fakta materil. Lantas bagaimana hal tersebut dapat dianggap sebagai Perbuatan Tindak Pidana.? Sedangkan isi konten kalimat tulisannya tersebut tidak jelas, kepada siapa tulisannya ditujukan.?,” terangnya.
Sehingga jika demikian, masih kata Jayadi, semua warga negara akan kehilangan hak dalam menyampaikan gagasan baik secara lisan maupun tulisan sedangkan konstitusi dan Undang Undang menjamin itu semua.
“Sebab semua pernyataan pendapat yang bisa membuat tersinggung orang lain meski tidak ditujukan secara jelas, akan serba dilaporkan, apalagi pada akhirnya jika dipaksakan sebagai tindak pidana yang membuahkan kriminalisasi,” katanya.
Namun semua itu, kata Jayadi diakhir pembicaraannya, kliennya akan tetap kooperatif dalam setiap pemanggilan.
“Sebab yang perlu diketahui, bahwa pihak yang dapat melakukan Pelaporan/Pengaduan bukan hanya dari mereka, melainkan dapat berlaku pula sebaliknya, yakni terlapor dapat melapor balik orang-orang yang telah melaporkannya. Jika fakta dikemudian hari tidak terbukti, baik ditahap pemeriksaan dikepolisian demikian juga sampai tahap putusan pengadilan berlanjut nantinya. Namun Saya sebagai kuasa hukum, cukup berhenti ditahap penyelidikan saat ini, dengan dalih Laporan Tidak terbukti sebagai tindak pidana, dan tidak dapat dilanjutkan sampai pada tahap Penyidikan, agar Kami dapat melakukan upaya hukum selanjutnya,” tutupnya. (adm)
Peliput : Arwin