SATULIS.COM, BAUBAU – Ketua Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (Posbakumadin) Baubau, Adnan SH, menyatakan secara tegas kalau putusan perkara Praperadilan yang diajukan oleh Wakil Ketua Bidang Pemberantasan Anti Korupsi KNPI Kota Baubau, Riski Afif Ishak SH, terhadap Polda Sultra, terkait tidak sahnya penetapan tersangka yang dipimpin oleh hakim tunggal Praperadilan, Ahmad Wahyu Utomo SH MH, sudah benar, tepat serta tidak ada sedikitpun kekeliruan penerapan hukum.
Adnan menjelaskan yang menjadi objek praperadilan dalam perkara ini adalah mengenai tidak sahnya penetapan Riski Afif Ishak, SH sebagai tersangka dugaan pelanggaran dibidang Informasi dan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dan diancam pasal 45 ayat (3) jo. Pasal 27 Ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 Tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau pasal 310 ayat 1 dan ayat 2 KUHP Atau Pasal 311 ayat 1 KUHP.
Dikatakan, dalam perkara ini, pasal yang disangkakan terhadap Riski masuk dalam jenis delik aduan sehingga secara hukum pengaduan sudah harus diajukan sebelum berakhirnya tempo 6 bulan bagi yang bertempat tinggal di Indonesia sesuai ketentuan Pasal 74 ayat 1 KUHP.
“Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar negeri,” kata Adnan, sekaligus tim lawyer Riski saat di hubungi melalui sambungan telpon, Selasa (29/12/2020) malam.
Permohonan praperadilan tidak sahnya penetapan tersangka didasari beberapa alasan. Diantaranya adalah daluarsanya pengaduan yang diajukan oleh walikota Baubau, As. Tamrin melalui kuasa hukumnya, Dedi Ferianto, SH.
“Sebab pengaduan di Polda Sultra diajukan pada tanggal 24 Juli 2020, sementara diketahuinya kejadian dugaan tindak pidana pada 3 September 2019. Alasan itulah yang menjadi salah satu alasan pertimbangan Hakim Praperadilan dalam mengabulkan Permohonan Praperadilan Riski selaku Pemohon Praperadilan dalam perkara ini,” bebernya.
Tambah Adnan, sehingga apa yang disampaikan oleh Kuasa Hukum Walikota Baubau, Dedi Ferianto yang pokoknya menyatakan putusan Hakim Praperadilan telah masuk pada wilayah materi pokok perkara dan bukan masuk dalam materi pemeriksaan dalam ruang lingkup Praperadilan adalah sangat keliru, Justru Putusan Hakim Praperadilan telah benar dan tepat berdasarkan hukum.
Menurutnya, hakikat keberadaan pranata Praperadilan adalah sebagai bentuk pengawasan dan mekanisme keberatan terhadap proses penegakan hukum yang terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia.
Dikatakan, semula yang menjadi objek Praperadilan sesuai ketentuan Pasal 77 KUHAP hanyalah menyangkut, a). Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; b). Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Kemudian dalam perkembangannya objek Praperadilan diperluas termasuk pula tidak sahnya Penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan sesuai Putusan MK RI No. 21/PUU-XII/2014.
Menyangkut dalil Dedi Ferianto selaku kuasa hukum Walikota Baubau yang menyatakan tidak sahnya penetapan tersangka hanya berdasar pada tidak cukupnya alat bukti adalah sangat keliru.
“Yang benar, tidak sahnya penetapan tersangka juga karena didasarkan pada pelanggaran semua hak-hak tersangka dalam rangkaian penyidikan diantaranya, pengadu harus pihak yang berhak untuk mengadu atau memiliki legal standing, tidak dikirimnya SPDP kepada Pengadu, tidak ditunjuknya penasehat hukum bagi tersangka yang tidak mampu yang diancam pidana pencara diatas 5 tahun, termasuk tidak cukupnya alat bukti, termasuk diajukannya pengaduan yang lewat dari tempo 6 bulan bagi yang bertempat tinggal di Indonesia sesuai ketentuan Pasal 74 KUHP, ” tambahnya.
“Pada intinya tidak sahnya penetapan tersangka karena didasarkan pada alasan dilanggarnya hak-hak Tersangka dalam proses penyidikan, termasuk daluarsanya pengaduan,” jelasnya.
“Jadi tidak benar kalau perkara itu tidak masuk dalam ranah praperadilan. Kesimpulannya, putusan Hakim tunggal praperadilan itu sudah tepat dan benar, sama sekali tidak ada kekeliruan sedikitpun,” tegasnya.
Diujung telepon Adnan menyampaikan, perkara praperadilan ini telah berakhir yang ditandai dengan adanya putusan yang mengabulkan permohonan Riski selaku Pemohon praperadilan, dengan demikian maka kiranya semua pihak haruslah menghargai putusan itu. (Adm)
Peliput : Arwin