SATULIS.COM, BAUBAU – Gubernur Sultra, Ali Mazi baru saja memfasilitasi polemik penyelesaian aset antara Pemkab Buton dan Kota Baubau. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan bahwa seluruh aset pemkab Buton yang berada di Kota Baubau, harus diserahkan.
Hadir dalam pertemuan itu, Bupati Buton Drs La Bakry bersama Sekda Zilfar Djafar serta Wakil ketua DPRD Buton, La Ode Rafiun. Di Pemkot Baubau ada Walikota Baubau, AS Tamrin, Sekot Roni Mukhtar dan Ketua DPRD Kota Baubau, H Zahari. Menjadi ironi karena dalam pertemuan itu juga ditegaskan bahwa penyerahan aset tetap dilakukan meski tanpa persetujuan DPRD.
Menanggapi hasil pertemuan itu, praktisi hukum asal Kota Baubau, Hardiman SH mengatakan, penyerahan aset oleh Pemkab Buton ke Kota Baubau telah dua kali dilakukan dimasa kepemimpinan Bupati LM Sjafei Kahar dan Samsu Umar Abdul Samiun. Dimana penyerahan tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang undangan, sehingga clear n clear, tidak lagi ada polemik aset.
Dalam perjalanannya kemudian, Pemerintah Kota Baubau saat ini dibawah kepemimpinan pasangan AS Tamrin dan wakilnya La Ode Ahmad Monianse, dengan bersandar pada UU No 13 tahun 2001 tentang pembentukan Kota Baubau, mempersoalkan lagi aset Pemkab Buton yang masih ada di Kota Baubau.
Dikatakan Hardiman, sesuai dengan ketentuan pasal 14 ayat 1 huruf a, b, c, d, dan e, serta ayat 2, ayat 3 UU Nomor 13 tahun 2001 tentang pembentukan Kota Baubau, maka aset tersebut diselesaikan untuk diserahkan ke pemerinth Kota Baubau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Bahwa aset pemkab Buton dalam rangka penyerahannya, sebagai dasarnya mengacu pada pasal 14 ayat 1 huruf a,b,c,d dan e bahwa barang yang diserahkan adalah sebagaimana dimaksud didalam ketentuan tersebut. Namun pada ayat 3 pasal 14 menyebutkan bahwa inventarisasi dan penyerahan sebagaimana dimaksud ayat 1, di atur oleh mendagri dan otonomi daerah sesuai peraturan perundang undangan.
Sedangkan mengenai jangka waktu penyerahannya, kata Hardiman, di atur pada ayat 2 pasal 14, dengan menyebutkan bahwa penyerahan aset dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun setelah penjabat walikota di lantik.
Kemudian terhadap penyerahan aset pemkab Buton ke Kota Baubau sebagaimna dimaksud dalam ketentuan pasal 3, mekanisme penyerahannya merujuk pada kepmendagri no 42 tahun 2001 tentang pedoman pelaksanaan penyerahan barang dan hutang piutang pada daerah yang baru dibentuk.
“Mengapa demikian? hal ini karena tata cara yang mengatur penyelesaian penyerahan aset tidak di atur didalam UU No 13 tahun 2001, sehingga Kepmendagri no 42 tahun 2001 adalah acuan dasar yang digunakan sebagai pedoman teknis pelaksanaan penyelesaian penyerahan aset Pemkab Buton ke Pemkot Baubau,” ujar Hardiman.
Mantan aktivis Kota Baubau ini menambahkan, hal tersebut sejalan dengan ketentuan pasal 14 ayat 3 UU No 13 tahun 2001 tentang pembentukan Kota Baubau. Oleh karena itu, maka tata cara penyerahannya dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal 4 kepmendagri no 42 tahun 2001. Bahwa barang daerah atau hutang piutang yang termasuk dalam daftar barang inventaris, daftar hutang dan daftar piutang pemerintah Propinsi atau pemerintah Kabupten induk, sebelum ditetapkan penghapusannya, harus dimintakan persetujuan DPRD.
Kemudian setelah di setujui oleh DPRD, maka tahapan berikutnya adalah penghapusan aset dari daftar aset yang kemudian ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
“Ini berarti didalam penyelesaian penyerahan aset, ada tahapan dan mekanisme aturan yang harus dilalui dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dimana ketentuan tersebut sifatnya mengikat secara hukum, baik di pemerintah maupun di DPRD selaku lembga yang di tunjuk oleh UU untuk menyetujui atau tidak penghapusan aset yang di usulkan oleh pemerintah untuk diserahkan ke pemerintah Kota Baubau,” tegas Hardiman.
Lebih lanjut beber Hardiman, jika penyerahan aset tidak dilakukan atas persetujuan DPRD, maka hal itu jelas bertentangan dengan ketentuan UU nomor 13 tahun 2001 itu sendiri dan bertentangan dengan ketentuan yang diatur didalam Kepmendagri No 42 tahun 2001.
Selanjutnya kembali pasal 14 ayat 2, UU No 13 tahun 2001 yang mengatur jangka waktu penyerahan aset pemkab Buton. Bila penyerahan aset akan dilakukan lagi dalam waktu dekat, secara hukum faktanya telah lewat jangka waktu 1 tahun sejak pelantikan penjabat Walikota Baubau. Timbul pertanyaan, bagaimana dengan ketentuan pasal 14 ayat 2.
“Apakah penyerahan aset pemkab Buton yang apabila dilaksanakan sudah lewat jangka waktunya sebagaimana disebutkan, hukum nya di bolehkan? Oleh karena itu, Pemkot Baubau maupun Pemkab Buton serta pihak-pihak yang terlibat dalam pertemuan yang difasilitasi oleh Gubernur Sultra, Ali Mazi, tidak boleh melihat keberadaan aset pemkab Buton di Kota Baubau harus dilepas karena semangat dari UU No 13 tahun 2001, tetapi lihatlah keberadaan aset tersebut dari segi formalnya,” kata Hardiman.
Menurut Hardiman, dalam ilmu hukum untuk menilai implementasi pembentukan sebuah UU, yang diketahui terlebih dahulu adalah bagaimana UU itu dibentuk oleh pembentuk UU-nya. Kemudian bagaimana memahami UU No 13 tahun 2001 ini secara sistimatis, gramatikal dan historis, lalu memyimpulkan untuk menggunakannya.
“Jadi pemberlakuan atas UU No 13 tahun 2001 tidak cukup dengan melihat semangat UU itu dibentuk, tapi bagaimana secara formal UU itu untuk dilaksanakan. Kesimpulannya secara hukum bahwa penyelesaian penyerahan aset mestinya dilaksanakan secara formal, bukan pelaksanaan penyerahan itu hanya karena semangat pembentukan kota Baubau, namun yang harus di ketahui oleh para pihak yang berpolemik adalah bagaimana norma yang ada di dalam UU Nomor 13 tahun 2001 dan bagaimana norma yang di atur didalam Kepmendagri No 42 tahun 2001,” tutup Hardiman. (Adm)