SATULIS.COM, BUTON TENGAH – Akademisi sekaligus lawyer, Jayadi SH MH, menyoal dugaan pungutan liar (Pungli) biaya pengambilan Surat Keputusan (SK) di Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Buton Tengah (Buteng) Sulawesi Tenggara (Sultra).
Menurut Jayadi, ungkapan yang disampaikan oleh kepala BKPSDM Buteng, Samrin Saerani, sangat tidak logis.
“Lantas seperti itukah prosedur dan ketentuan yang berlaku di dalam Acara Pelantikan ASN di Buton Tengah dengan berbagai macam tingkat jabatan yang dimiliki, baik jabatan fungsional maupun jabatan administrasi.?, ” kata Jayadi dalam rilis tertulisnya yang diterima media ini, Minggu (07/03/2021).
“Sehingga segala beban biaya pelantikan, tanggungannya dibebankan kepada ASN yang baru-baru dilantik. Bukankah yang bertanggung jawab untuk menanggung beban biaya tersebut adalah Pemerintah Daerah sendiri. Sebab penyelenggaraan kegiatan pelantikan tersebut, adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Tengah sendiri,” tambahnya.
Ia berpandangan bahwa hal ini sangat keliru dipahami oleh Pemda Buteng, melalui Kadis BKPSDM, ibaratnya Kita sedang mengundang banyak orang hadir dalam acara kegiatan dirumah Kita, namun segala biaya tersebut ternyata ditanggung oleh seluruh undangan yang hadir.
“Atau bahasa sederhananya, Kita yang mengajak banyak teman untuk makan di Rumah Makan, namun ternyata yang membayar adalah seluruh teman yang diajak makan,” terangnya.
Entah alasan tersebut dalam hal meminta pungutan biaya pengambilan SK, dibenarkan oleh ketentuan hukum yang berlaku, namun Jika hal tersebut dilakukan tidak sesuai ketentuan dan prosedur hukum, maka hal tersebut termasuk Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan para Pegawai ASN.
“Jika para Pegawai merasa keberatan dan tidak menerima atas permintaan biaya tersebut, meski tidak dipaksakan, atau membayar seikhlas saja, pada intinya Dinas BKPSDM, memberlakukan Pungutan pembayaran SK, yang secara hukum dan prosedural tidak didapatkan dalam sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya lagi.
Meskipun dalam Asas Pemerintahan dikenal yang namanya Freies Ermessen, ungkap Jayadi, namun hal tersebut tidak serta merta pemerintah melakukannya, namun harus tetap menjadikan acuan kinerja mengacu pada Prosedur Hukum yang berlaku.
Apalagi yang dilakukan tersebut, tidak ada hubungannya dengan tindakan dalam pemerintahannya, melainkan hal tersebut berhubungan dengan kepentingan hukum publik masyarakat.
“Sehingga tindakan administrasi pemerintahan yang demikian tidak serta merta diterima untuk diikuti,” katanya lagi.
Tindakan pungutan pembayaran biaya pengambilan SK tersebut jika dibawa keranah Hukum Pidana, tambahnya, maka dapat dianggap sebagai aktifitas pungutan liar.
“Tim Saber Pungli yang dibentuk di Pusat, daerah dan pihak Aparat Penegak Hukum pun dapat bertindak tegas, jika hal tersebut telah didapatkan minimal adanya syarat minimum dua Alat Bukti yang cukup,” ujarnya.
Diujung tulisannya Ia berharap kepada pemerintah daerah Kabupaten Buton Tengah, agar tidak melanggengkan perbuatan tersebut, dan bila perlu Pemerintah Daerah, melalui Dinas BKPSDM Buton Tengah, menyampaikan Permintaan Maaf, atas kesalahan dan kekeliruan tindakan Administrasi Pemerintahannya dalam hal meminta Pungutan Biaya Pengambilan SK.
“Sebelum apa yang dilakukannya tersebut, berpotensi akan dituntut oleh pihak yang merasa dirugikan, atau pihak lainnya yang turut keberatan atas tindakan Pungutan Liar tersebut,” imbuhnya
“Demikian hal ini Kami ingatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Tengah BERKAH, agar senantiasa tetap berada pada jalur kebenaran, kebaikan, dan keadilan, agar dapat terwujud sebagaimana slogan yang senantiasa didengung-dengungkan Pemerintah Daerah Buton Tengah yakni BUTENG BERKAH (Bersih, Sejahtera, Produktif, Agamis, Harmonis),” tutupnya. (Adm)
Peliput : Arwin