Jumat, November 22, 2024

LPPK Minta Jaksa Usut Dugaan Penyalahgunaan Dana Bantuan Hukum Walikota Baubau

SATULIS.COM, BAUBAU – Kasus dugaan penyalahgunaan dana bantuan hukum pada sekretariat Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau jadi perhatian publik. Setelah sebelumnya kasus tersebut dilaporkan oleh Lembaga Pemantau Penggunaan Keuangan Daerah (LPPKD) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Baubau, namun kemudian mencabutnya, kini giliran Lembaga Pemuda Peduli Kepton (LPPK) Kota Baubau yang mengadu.

Koordinator LPPK Kota Baubau, Arisman, mengatakan, kasus tersebut dia di Kejaksaan Negeri (Kejari) Baubau pada Rabu, (05/05/2021). Kasus itu dilaporkan karena menurut Arisman, penggunaan APBD semestinya dipergunakan untuk hal-hal yang memberi manfaat bagi masyarakat banyak.

“Iya kemarin kami juga ikut melaporkan kasus dugaan penyalahgunaan APBD tersebut sebagai bentuk fungsi kontrol. Sebab penggunaan APBD harus senantiasa diawasi agar bisa memberi manfaat bagi masyarakat,” ungkapnya.

Ketgam : Tanda terima pengaduan LPPK Kota Baubau dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Baubau atas laporan dugaan penyalahgunaan APBD Kota Baubau

Pihaknya menambahkan, penggunaan APBD untuk pengaduan pencemaran nama baik yang sifatnya pribadi tidak dibenarkan. Hal tersebut bertentangan dengan Permendagri Nomor 12 Tahun 2014 tentang
Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementrian dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.

“Permendagri 12/2014 itu hanya memberi ruang bagi pemerintah untuk menggunakan APBD untuk hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan daerah,” tambahnya.

Risman juga menegaskan pihaknya akan melakukan pengawalan terhadap laporannya tersebut serta berharap pihak Kejaksaan Negeri bisa melakukan penelusuran terkait informasi dugaan penyalahgunaan APBD tersebut.

Menurutnya, kasus korupsi kerap kali dipraktekkan karena tidak adanya ketegasan oleh pihak Kejaksaan. Kejaksaan lemah pada bukti yang kuat sehingga dapat memicu potensi besar oleh pemerintah untuk berduyun-duyun melakukan kegiatan korupsi.

“Asumsi yang kami lahirkan bukan untuk menggurui lembaga Kejaksaan. Namun itu hanya sebagai kata resah kami supaya Kejaksaan melakukan upaya yang serius untuk menyingkapi problem yang tertuang,” beber Arisman.

Baca Juga :  Soal Kafe Beladona, DPRD Baubau Agendakan Pemanggilan Pihak Terkait

Terlebih kata Arisman, kasus yang dilaporkannya serupa dengan kejadian di tahun 2004 di Nanggroe Aceh Darussalam yang dilakukan oleh Gubernurnya. Dugaan kejadian itu, ketika Gubernur membayar pengacara dengan APBD atas kasus korupsi pembelian helikopter.

“Agak sinkron dan relevan dengan kasus yang terjadi di Kota kita tercinta. Maka dengan ini, semangat nasionalisme dan patriotisme, sebagai lembaga keadilan yang tidak ingin disebut tanggung dan apatis, kami mengajukan pengantar singkat. Selebihnya kami menyerahkan pada instansi Kejaksaan untuk menyelidiki kasus dugaan tersebut,” tutupnya.

Sebelumnya, praktisi hukum Kota Baubau, Adnan SH menegaskan, tindak pidana korupsi bukan merupakan tindak pidana delik aduan seperti tindak pidana pencemaran nama baik. Olehnya itu, terhadap pengaduan atau laporan yang diajukan, tidak bisa dicabut kembali.

Dia memaparkan, tindak pidana korupsi termasuk kejahatan luar biasa atau ekstra ordonari crime. Hal itu karena dampaknya tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga menjalar pada banyak aspek, termasuk berdampak pada perkembangan angka kemiskinan, pendidikan, pembangunan dan lain lain.

Oleh karena begitu besar dampaknya, sehingga tidak dimungkinkan untuk mencabut pengaduan atau laporan seperti pencemaran nama baik yang merupakan delik aduan.

“Kalau ada seseorang yang telah mengajukan pengaduan dugaan tindak pidana korupsi baik dikepolisian ataupun di kejaksaan, dan bahkan ke KPK, kemudian menyatakan untuk mencabut pengaduannya atau laporannya, maka orang demikian patut dipertanyakan integritasnya,” kata Adnan.

“Secara tegas laporan dugaan tindak pidana korupsi bukan delik aduan sehingga tidak bisa dicabut,” tegas Adnan SH yang juga menjabat ketua Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (Posbakumadin) Kota Baubau.

Kemudian kata Adnan, terhadap seorang tersangka atau terdakwa tindak pidana, meskipun telah mengembalikan uang kerugian negara yang telah dia rampas, sama sekali tidak menghapuskan sifat melawan hukum dari perbuatannya.

Baca Juga :  Tahun Anggaran 2021, Capaian Positif Pemkot Baubau Meningkat

Namun demikian terhadap tersangka tindak pidana korupsi, penting untuk mengembalikan kerugian negara, karena meskipun itu tidak menghentikan perkara, tapi paling tidak pengembalian kerugian itu dapat menjadi pertimbangan untuk mengurangi hukumannya.

“Jadi tersangka atau terdakwa yang mengembalikan kerugian negara tidak menjadikan proses perkaranya dihentikan atau dibebaskan dari pertanggung jawaban, karena pengembalian itu tetap tidak menghilangkan sifat melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa,” jelas Adnan.

Dibeberkan Adnan, bahwa ketentuan yang mengatur tentang pengembalian kerugian negara yang memungkinkan perkara dugaan korupsi, dapat diberlakukan asas restorative justice. Penegasannya diatur dalam Surat Edaran (SE) Jaksa Agung nomor B-113/F/Fd.1/05/2010.

Meski begitu, dalam surat edaran itu, yang dimungkinkan untuk diselesaikan melalui restorative justice hanya terhadap kasus dengan kerugian yang kecil, dengan taksiran kerugian Rp 10 juta rupiah atau sedikit diatasnya.

“Itupun Surat Edaran diatas hanya bersifat sebagai suatu himbauan proses penanganan perkara tindak pidana korupsi di lingkup Kejaksaan. Jadi tidak mencakup wilayah penegak hukum yang lainnya,” tutup Adnan.

LPPK Kota Baubau mengendus indikasi penyalahgunaan APBD untuk membiayai pendampingan hukum kepada AS Tamrin untuk melaporkan dugaan pencemaran nama baik oleh aktivis Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Baubau, Riski Afif Ishak.

AS Tamrin mendapatkan bantuan hukum dari salah seorang pengacara Dedi Ferianto berdasarkan surat kuasa nomor: SK.001/DF.Pid/IX/2019 tertanggal 2 September 2019. Lalu, Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau menindaklanjuti surat kuasa itu dengan menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) nomor: 6/HKM/IX/2019, juga pada tanggal 2 September 2019.

Dalam SPK itu, Setda Baubau menyiapkan uang pembayaran untuk pengacara sebesar Rp 150 juta. Dana itu juta dipergunakan sampai pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Kasus itu sendiri berakhir hanya sampai pada putusan praperadilan.

Baca Juga :  Pemuda Kota Baubau Bakal Diajak Tour Keliling Nusantara Lewat Jalur Laut

Hakim PN Baubau dalam putusan nomor: 4/Pid.Pra/2020/PN Baubau, tertanggal 28 Desember 2020 menyatakan laporan AS Tamrin terhadap Riski Afif sudah daluarsa dan memerintahkan penyidik menghentikannya. (Adm)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

IKLAN

Latest Articles