SATULIS.COM, BUTON SELATAN – Aneh, perilaku kurang terpuji dipertontonkan aparat Desa Gaya Baru, Kecamatan Lapandewa, Buton Selatan (Busel). Pelayanan terhadap masyarakat terabaikan, bahkan sampai pada tindakan pengusiran terhadap warganya. Padahal, sebagai pemerintah Desa, pelayanan masyarakat menjadi tugas utama dalam upaya memudahkan urusan administrasi.
Perlakuan kasar ini, dialami salah seorang warga Gaya Baru bernama Amin Rumbia yang diketahui merupakan ahli waris atas tanah Lakaliba. Ia mengaku, ketika menemui pemerintah desa mendapat perlakuan tak baik oleh perangkat desa. Bahkan sampai diusir karena diketahui jika dirinya merupakan pelapor Kepala Desa Gaya Baru, Wa Aua terkait kasus dugaan pemalsuan surat terhadap hibah tanah pembangunan taman desa seluas 8 hektar.
“Tujuan kedatangan saya di kantor desa untuk mengurus surat kompensasi. Tidak ada kaitannya dengan laporan saya. Terkait kasus itu, langsung saja tanya di polsek. Saya ini masyarakat yang menurut undang-undang wajib dilayani,” kesal Amin kepada awak media, Selasa (07/09/2021).
Amin menilai pemerintah desa menolak menerbitkan surat Kompensasi terhadap lahan yang sudah mereka tempati selama bertahun-tahun itu. Padahal sebagai warga, memiliki hak untuk menguasai lahan dalam bentuk sertifikat. Apalagi Ia merupakan salah satu ahli waris atas lahan di Dusun Lakaliba yang saat ini menjadi desa Gaya Baru.
“Perilaku aparat desa ini sudah di luar batas kewajaran. Tidak bisa dibiarkan. Sertifikat ini adalah hak setiap warga, kenapa pemerintah desa menghambat warga yang bermohon. Bukankah pemerintah itu adalah pelayan masyarakat?,” tanya Amin.
Pasca kejadian itu, dirinya sempat menghubungi Camat Lapandewa. Mendengar keluhan tersebut, Camat menyesalkan sikap aparat desa. “Camat juga menyayangkan kejadusn itu. Memang berulang kali saya katakan, ini tak ada hubungannya dengan laporan polisi. Kami ini hanya mau melegitimasi tanah kami. Kalau sertifikat rumah kami sudah ada juga bisa membantu kami dalam hal ekonomi. Maksudnya, kami bisa mengajukan pinjaman modal di Bank dengan jaminan sertifikat itu,” tambahnya.
Satulis.com telah berusaha mengkonfirmasi masalah ini pada Kades Gaya Baru, Wa Aua namun menolak panggilan. Pesan singkat melalui Whatshap juga tak dibalas.
Perlu diketahui masalah antara ahli waris dan pihak desa telah lama bergulir. Seluruh masyarakat desa Gaya Baru belum memiliki sertifikat kepemilikan hak atas tanah yang di tempati nya selama bertahun-tahun. Mereka hanya bisa mendirikan rumah. Namun legalitas untuk menguasai sepenuhnya bangunan itu tidak ada.
Berdasarkan data yang diperoleh, sedikitnya terdapat 150 unit bangunan rumah yang berdiri di desa yang dulunya bernama Dusun Lakaliba itu. Jumlah tersebut sudah termasuk bangunan rumah para eksodus eks pengungsi Ambon, Maluku yang pecah akibat kerusuhan pada tahun 1998/1999 lalu.
Hak atas kewenangan antara perangkat pemerintahan adat diduga kuat masih menjadi pemicu utama tertundanya penerbitan sertifikat. Pada tahun 2018 lalu, program Prona dari Badan Pertanahan sempat masuk. Hanya saja, perangkat adat yang melegitimasi atas pengukuran lahan tersebut adalah sara Burangasi. Sementara catatan sejarah mencatat bahwa dusun Lakaliba dan Burangasi merupakan wilayah sara (pemerintah kesultanan Buton) Kadie Lapandewa. (Adm)
Editor : Basyarun