SATULIS.COM, BAUBAU – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Baubau mengelar sosialisasi tentang kekerasan terhadap perempuan, anak serta tidak pidana perdagangan orang (traficking). Ini dilakukan lantaran Kota Baubau akhir-akhir ini marak terjadi kasus tersebut.
Sosialisasi tersebut menghadirkan narasumber Ketua Komisi II DPRD Kota Baubau Muhammad Ahadyat Zamani, Psikologi Wa Ode Nursana, Ketua Psikologi Yeni Febrianti, serta undangan yang dihadiri Tokoh masyarakat, Tokoh pemuda, Tokoh yang tergabung dalam Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Komunitas se-Kota Baubau , masyarakat sipil, dan siswa-siswi Anggota Forum Anak.
Kepala DP3A Kota Baubau, Wa Ode Muhiba mengatakan, pembangunan nasional sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia. Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Perlindungan Perempuan dan Anak merupakan bagian dari prioritas peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing.
Dikatakan, Presiden juga telah memberikan 5 arahan prioritas untuk perlindungan perempuan dan anak. Yakni, peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender, peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak, penurunan pekerja anak, dan pencegahan perkawinan anak.
Muhibah menambahkan, upaya melindungi perempuan dan anak membutuhkan kerja sama, koordinasi, dan kolaborasi seluruh pihak terkait, yaitu antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, lembaga masyarakat, media, dunia usaha, keluarga, dan komunitas.
“Saat ini Kota Baubau dihadapkan pada isu kekerasan pada perempuan dan anak dengan jumlah kasus yang cukup tinggi. Dari Januari hingga Juli 2022, tidak kurang dari 20 kasus kekerasan seksual anak yang dilaporkan di UPTD PPA Kota Baubau dan Anak Berhadapan dengan Hukum berjumlah 24 anak,” ungkapnya.
Data statistik di atas, secara positif menunjukkan bahwa sistem pencatatan dan pelaporan kasus kekerasan sudah cukup baik. Masyarakat sudah cukup paham hak dan kewajibannya ketika terjadi kekerasan. Keberadaan layanan UPTD-PPA yang sebelumnya P2TP2A sudah mulai dikenal publik.
Namun, kata Muhiba, jika dilihat dari persentase ketuntasan kasus, fakta di atas menunjukkan masih lemahnya koordinasi para pihak, khususnya kerjasama pada level pemerintah daerah dan para pihak yang diharapkan bersama-sama menuntaskan kasus kekerasan pada perempuan dan anak.
“Misalnya koordinasi dan kerjasama antara UPTD PPA dengan pihak kepolisian idealnya selalu update akan jumlah kasus serta pendampingan korban. Tepat sepekan lalu, perjanjian kerjasama antara Pemkot Baubau dengan para pihak seperti Polres Baubau, Pengadilan Agama, BAPAS dan BLUD-RSUD Kota Baubau,” terangnya.
Peningkatan Layanan Bimbingan Kepribadian bagi Klien Pemasyarakatan yang perlu diikat dalam Kerjasama antara DP3A dan BAPAS Baubau atau Kerjasama antara DP3A dan Pengadilan Agama terkait Layanan Konseling bagi Anak dan Pemohon Dispensasi Kawin, Pendampingan Eksekusi Putusan Sengketa Anak serta Pendampingan Perempuan yang berhadapan dengan hukum.
“Pelayanan-pelayanan teknis seperti di atas adalah beberapa contoh koordinasi dan sinkronisasi yang harus terus-menerus dikuatkan dan didukung agar upaya pencegahan dan penanganan perempuan dan anak korban kekerasan dapat optimal Efektif dan Efisien,” tambahnya.
Ia juga menuturkan, keberadaan tenaga Pekerja Sosial (PEKSOS) di Dinas Sosial Kota Baubau juga masih sangat terbatas. Idealnya, 1 pekerja sosial 1 kecamatan. Sementara kondisi saat ini, jumlah 8 kecamatan hanya tersedia 2 pekerja sosial saja. Akibatnya, beban kerja Peksos menjadi berat. Karena selain mendampingi anak berhadapan dengan hukum (ABH) pada proses diversi, pekerja sosial juga mendampingi para lansia dan penyandang disabilitas.
“Padahal negara harus hadir di tengah-tengah masyarakatnya dalam kondisi apapun. Ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama. Semua harus bergerak, semua harus berkontribusi Berbagai upaya pemerintah dan para pihak, baik pencegahan maupun penanganan korban kekerasan perempuan dan anak membutuhkan kerja kolaborasi,” kata Muhiba.
Penulis : Firman
Editor : Hariman