SATULIS.COM, KENDARI – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sultra, mengeluarkan perpanjangan izin usaha pertambangan (IUP) PT Gema Kreasi Perdana (GKP), sudah sesuai aturan hukum yang berlaku.
Hal ini diungkapkan kuasa hukum PT GKP, Brigjen Polisi (Pur) Dr Parasian Simanungkalit SH MH bersama tim H Supono SH MH, H Abdul Razak Naba SH MH dan Muamar Lasipa SH MH saat menghadiri sidang gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari, Rabu (21/9).
Parasain menjelaskan sebagaimana gugatan yang dilayangkan 30 orang masyarakat Wawonii di PTUN Kendari dengan meminta Kepala DPMPTSP Sultra, Parinringi mencabut IUP PT GKP melalui PTUN Kendari.
“Izin kuasa pertambangan PT GKP telah ada sejak Januari 2007 lalu dari Bupati Konawe pada waktu itu Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) belum mekar,” tegasnya.
Menurutnya, ijin perpanjangan IUP yang dikeluarkan oleh Kepala DPMPTSP Sultra sudah benar dan berdasar hukum. Sebab, penggugat berlandaskan Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 Junto UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (UUPWP3K).
“Dengan adanya Omnibuslaw dibuatlah perpendekan pengurusan Ijin dalam satu atap, sehingga tadinya ijin dari beberapa Instansi menjadi disatukan dalam satu kantor disebut DPMPTSP,” jelasnya.
“Ijin pertambangan PT GKP telah terbit sebelum UU Nomor 7 Tahun 2007 Tentang PWP3K terbit. Maka Pulau Wawonii pada waktu itu masih dalam wilayah Kabupaten Konawe,” tambahnya.
Oleh karena itu, jelas dia, penggugat lupa akan Pasal 28I ayat 1 UUD 1945 bahwa Undang-undang tidak boleh berlaku surut.
“Ini artinya bahwa kalau sudah ada Ijin Usaha Pertambangan terbit sebelum UU yang mengatur kemudian, seperti UU PWP3K, tidaklah dapat membatalkan IUP yang sudah terbit sebelum Undang-undang itu terbit,” tegasnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, pemerintah hanya dapat melanjutkan atau memperpanjang IUP milik PT GKP yang sudah ada, tidak menghentikan atau mencabut IUP yang telah beroperasi dan berhasil usaha pertambangannya.
“Kalau dihentikan berapa besar kerugian negara dan perusahaan. Lebih lebih lagi, berapa banyak karyawan yang menjadi pengangguran dan bagaimana nasib keluarga para karyawan,” bebernya.
Yang menggelikan, kata Parasian, bahwa ada dalam gugatan membuat kalimat yang mengintimidasi dan menakuti Majelis Hakim, yang menyatakan bahwa Pulau Wawonii adalah tempat pengungsian dan pelarian anggota DII dan TII yang menjadi pasukan pemberontak Kartosuwiryo dan Kahar Muzakar.
“Konotasi kalimat ini bisa diartikan dimasukkan dalam gugatan kalau Majelis Hakim membacanya, merasa takut kalau menolak gugatan itu, kalau ditolak gugatan maka seolah olah akan ada pemberontakan atau perlakuan Anarkis oleh para penggugat kepada Majelis Hakim TUN. Hal ini perlu di atensi oleh Majelis Hakim TUN untuk mengabaikannya,” ungkapnya.
“Saya tidak percaya akan hal ini, dan saya membantahnya, bahwa masyarakat Pulau Wawonii masyarakat adat yang berhati baik dan berbudaya luhur Pancasila,” sambungnya.
Olehnya itu dirinya berharap selaku kuasa hukum PT GKP agar Majelis Hakim yang mengadili perkara ini jangan takut menolak gugatan penggugat.(Adm)
Penulis: Jum