SATULIS.COM, JAKARTA –Lembaga Jaringan Aktivis Anoa Nusantara melakukan pelaporan Wakil Bupati terpilih Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) atas dugaan pengunaan gelar Magister Manajemen (M.M) diduga palsu atau ilegal di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
Janusa melaporkan terkait dugaan penggunaan gelar Magister Manajemen palsu dan ijazah palsu oleh Wakil Bupati Buton yang diduga dimulai sejak tahun 2019 ketika mencalonkan diri sebagai Anggota DPRD Kota Manado dan dilanjutkan di tahun 2020 menjadi calon wakil walikota Manado.
Pasalnya didalam biodata Wakil Bupati Buton Periode 2025-2029 ini tercantum bahwa dirinya menempuh pendidikan Magister dimulai sejak 2015-2017.
Ijazah S2 milik Syarifudin Saafa itu berasal dari Universitas Timbul Nusantara-IBEK dengan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) 20150900085, yang terdaftar pada 2015 dan dinyatakan lulus pada 2017.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Surat Nomor: 6609/LL3/AL.02/2024 tertanggal 12 September 2024 telah mengklarifikasi bahwa Syarifudin Saafa tidak terdaftar sebagai mahasiswa program S2 di universitas tersebut.
“Lembaga Janusa mendesak Kapolri untuk segera memeriksa dan mentersangkakan Wakil Bupati Terpilih Kabupaten Buton Provinsi Sultra, Atas dugaan penggunaan Gelar Academik Magister yang diduga ilegal,” kata Didin Alkindi, Kamis (30/1).
Selain itu, mahasiswa Hukum Universitas Muhamadiyah Jakarta Adi Tamsil Kadimas juga meminta Kapolri untuk segera menulusuri Penggunaan ijazah palsu yang dilakukan oleh Wakil Bupati Buton terpilih dari 2017 hingga sekarang.
Gelar magister ini baru diketahui setelah adanya verifikasi faktual oleh KPU dan Bawaslu Kabupaten Buton dan menemukan secara realitas bahwa wakil bupati Kabupaten Buton benar adanya tidak terdaftar dalam pangkalan Dikti sebagai mahasiswa Universita Timbul Nusantara.
“Hal ini tentu merusak dari pada integritas pendidikan Indonesia yang tentu akan menghilangkan nama baik pendidikan di Indonesia itu sendiri,” ujar Adi.
Penggunaan gelar akademik bagi seseorang utamanya yang memiliki jabatan merupakan suatu hal yang sangat penting, lebih- lebih jika gelar akademik yang disematkan itu berasal dari luar negeri.
Namun, dalam peraturan perundang- undangan diatur larangan mengenai gelar yang digunakan tanpa hak oleh seseorang hal ini sesuai dalam rumusan Pasal 28 ayat (7) Undang- undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi yang berbunyi “Perseorangan yang tanpa hak dilarang menggunakan gelar akademik, gelar vokasi, dan atau gelar profesi”.
Selian itu, Levi yang juga mahasiswa Hukum Unpam mengungkapkan bahwa ada sanksi hukum pidana bagi setiap orang yang menggunakan gelar akademik secara tanpa hak, pemberian sanksi pidana penjara.
Hal itu diatur dalam Pasal 93 Undang- undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, dapat dikenakan sanksi dengan pidana penjara selama 10 (Sepuluh) Tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah).
“Wakil Bupati Buton ini harus dipidana karna telah melanggar peraturan tentang Perguruan Tinggi, maka Kepolisian harus segera bertindak agar tidak ada lagi yang seenaknya memasang gelar tampa ada proses yang ditempuhnya,” ujarnya.
“Kita tetap akan terus mengadvokasi persoalan ini, setelah ini kami akan kembali melakukan aksi yang serupa di Bawaslu RI dan DKPP untuk mengevaluasi dan membatalkan pelantikan kepada Wakil Bupati Buton terpilih,” tutup Didin. (Adm)
Sumber : SekilasSultra