SATULIS.COM, Baubau – Koalisi Advokasi Kebijakan Publik (KAKP) melaporkan dugaan penyalahgunaan APBD Kota Baubau tahun anggaran 2019 dengan indikasi kerugian negara mencapai Rp 59,4 Miliar.
Berdasarkan hasil evaluasi dalam laporan pertangggungjawaban pelaksanaan APBD terdapat temuan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK yang diduga dilakukan secara sistemik dan melibatkan sejumlah OPD dalam skandal realisasi anggaran.
Kepala bidang advokasi publik yang juga pendiri KAKP, LM Isa Anshari menjabarkan, adanya temuan pada LHP BPK didukung dengan surat keputusan Gubernur nomor 361 tentang evaluasi rancangan raperda kota Baubau tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Pemkot Baubau mendapat dua point penting yang menjadi perhatian publik.
“Pertama, ada temuan berkaitan dengan sistem pengendalian intern. Kedua, temuan berkaitan dengan adanya ketidakpatuhan Pemkot dalam pengujian kepatuhan terhadap perundang-undangan. Ini yang penting, olehnya itu KAKP sudah memasukkan laporan pada bulan Juli ke Polres Baubau, Kejari Baubau dan Kejati Sultra. Tentunya yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah tim anggaran pemerintah daerah (TAPD),” tegasnya dalam press conference kepada media, Kamis (27/8/2020).
Untuk laporan di polres Baubau, KAKP melaporkan tentang selisih realisasi belanja modal aset kota Baubau. Dalam laporannya belanja modal aset Kota Baubau senilai Rp 204 miliar. Namun berdasarkan hasil pemeriksaan BPK pada realisasinya belanja modal aset yang tercatat dalam LHP BPK hanya senilai Rp 194 miliar. Temuan itu dapat dilihat dalam dokumen neraca daerah.
Laporan di kejaksaan negeri, KAKP melaporkan indikasi kerugian negara senilai Rp6 miliar pada dua kasus berbeda. Yakni realisasi pembiayaan daerah penyertaan modal senilai Rp 4,5 miliar yang tidak memiliki payung hukum. Dengan tidak adanya penetapan perda, penyertaan modal yang dilakukan Pemkot Baubau diindikasikan dapat menyebabkan kerugian negara.
Kasus lainnya melibatkan salah satu OPD, dalam hal ini unit kerja BKPSDM diduga merealisasikan belanja lebih senilai Rp1,2 miliar. Dalam temuannya, BKPSDM merealisasikan pembelanjaan lebih dari anggaran yang ditetapkan. Dan juga ada realisasi anggaran yang sebelumnya tidak pernah dianggarkan dalam perencanaan.
Sementara laporan pada kejaksaan tinggi Sultra, KAKP melaporkan indikasi kerugian negara senilai Rp 6,9 miliar. Kerugian terdapat pada unit kerja sekretariat daerah, dimana terdapat kegiatan di setda yang realisasinya lebih dari yang dianggarkan. Salah satunya belanja perjalanan dinas, belanja makan minum rutin setda.
Untuk realisasi lebih ini papar Isa Ansari, hampir terjadi di semua OPD. Untuk itu KAKP menduga kerugian negara dalam realisasi lebih ini mencapai Rp 59,4 miliar selama tahun anggaran 2019.
“Jadi sejauh ini KAKP juga menyoroti dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) yang tidak ditetapkan dalam Perda, itulah yang kami sebut sebagai DPA bodong karena tidak berjalan sesuai sistem,” katanya.
“Ada realisasi anggaran yang didapat tetapi tidak ada dalam perubahan anggaran, itu yang fatal karena bertentangan dengan UU, peraturan pemerintah dan juga permendagri yang pada pokoknya menyatakan setiap pejabat dilarang mengeluarkan anggaran yang tidak tersedia anggarannya ataupun tidak cukup tersedia anggarannya,” jelasnya.
Selain itu dalam permendagri nomor 13 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah juga dijelaskan DPA adalah ambang batas tertinggi dalam pelaksanaan anggaran. Hingga tidak ada pembenaran untuk realisasi lebih yang dilakukan oleh pemkot dalam hal ini TAPD kota Baubau.
Dan juga ungkap Isa Ansari, dengan tidak ditetapkannya raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tentu ada konsekuensi hukum kepada TAPD kota Baubau untuk segera dilakukan evaluasi kinerja pada pemangku kepentingan TAPD yang diketuai oleh Sekda kota Baubau, kepala BAPPEDA, dan kepala BPKAD.
“KAKP akan segera bersurat kepada Walikota Baubau, Gubernur Sultra dan Kemendagri untuk memberhentikan Sekda Kota Baubau sebagai ketua TAPD dalam jabatannya sebagai sekretaris daerah. Kemudian dengan tidak ditetapkannya sebagai perda institusi hukum diharap dapat lebih mudah untuk melakukan penyelidikan, apalagi terbit surat keputusan Gubernur sebagai petunjuk tambahan atas dugaan perbuatan pidana,” tambahnya.
Sementara itu, ketua TAPD kota Baubau, Dr. Roni Muchtar saat dikonfirmasi via telepon mengatakan tidak akan menanggapi hal tersebut untuk saat ini.
“Saya tidak akan menanggapi,” terangnya. (Adm)