SATULIS.COM, Baubau – Pusat Studi Hukum dan Demokrasi (PSDH) Sulawesi Tenggara (Sultra) angkat bicara terkait pelaporan yang dilakukan Walikota Baubau, AS Tamrin kepada aktivis Koalisi Advokasi Kebijakan Publik (KAKP), Isa Ansari Cs di Polres Baubau.
Divisi Advokasi dan Kajian Strategis Daerah PSDH Sultra, Akbar Pratama, melalui rilisnya yang diterima redaksi Satulis.com mengungkapkan, Indonesia sebagai negara demokrasi memberi jaminan kepada setiap warganya untuk berpendapat.
Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Bahwa setiap warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum, berhak memperoleh perlindungan hukum dengan menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain.
Sehingga Negara kata Akbar Pratama, melalui aparaturnya juga wajib dan bertanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip asas praduga tak bersalah, dan meyelenggarakan pengamanan.
Koalisi Advokasi Kebijakan Publik (KAKP) atas laporannya terkait dugaan penyalahgunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kota Baubau, tahun 2019, seharusnya mendapat apresiasi dan dukungan dari banyak pihak.
“Informasi yang disampaikan oleh KAKP melalui Media Sosial sebagai ruang publik baru di era digital dan rilis melalui media pemberitaan, merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas serta pertanggungjawaban terhadap publik atas Laporan yang dilakukan,” bebernya.
Dikatakan Akbar Pratama, sebagai sebuah dugaan, publikasi yang dilakukan oleh KAKP semestinya tidak direspon dengan laporan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian.
Selain KAKP, sebelumnya Pemkot Baubau juga melakukan hal yang sama, yakni merespon laporan Komite Nasional Pemuda Indonesia Kota Baubau (KNPI Baubau) terkait dugaan Korupsi pada TPI Wameo dengan melaporkan Pengurus KNPI Kota Baubau atas dugaan Pencemaran Nama Baik.
“Tidak menutup kemungkinan, kedepan setiap kritik pada kebijakan pemerintah akan berujung pada pembungkaman seperti ini. Respon seperti ini menunjukkan bahwa Pemkot Baubau sangat anti kritik dan tidak fair dalam menghadapai masalah,” jelasnya.
Selain itu tegas Akbar Pratama, merupakan bentuk kriminalisasi terhadap aktivis, serta sangat jauh melenceng dari prinsip-prinsip demokrasi. Menurut dia, akan lebih elegan jika Pemkot Baubau membantah laporan KAKP dengan menyajikan data dan fakta banding agar tercipta sebuah diskursus yang sehat dalam kehidupan Demokrasi. Bukan malah melaporkan setiap pengkritik ke jalur hukum.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan UU 13 Tahun 2006 mengenai Perlindungan Saksi dan Korban pada pasal 10 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.
Pada ayat (2) disebutkan dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap
“Publikasi yang dilakukan Oleh KAKP sudah berproses diranah hukum sebagai sebuah laporan. Olehnya itu Pemkot Baubau baiknya menghadapi Proses ini hingga ada putusan dari institusi hukum,” jelasnya.
Lebih jauh dipaparkan Akbar Pratama, aparat penegak hukum seharusnya melihat apa yang dilakukan oleh KAKP serta elemen lainnya sebagai bentuk kontribusi warga negara dalam upaya pemberantasan korupsi serta upaya penciptaan pemerintahan Kota Baubau yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Olehnya itu kami dari Pusat Studi Hukum & Demokrasi mengecam praktik pembungkaman kritisme publik melalui langkah pelaporan seperti ini. Kami juga mendorong setiap elemen masyarakat agar terus bersuara dan menyampaikan pendapat secara bertanggung jawab,” tutupnya. (Adm)