SATULIS.COM, BUTON TENGAH – Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra) patut berbangga dengan keragaman budaya yang diwariskan oleh pendahulunya. Salah satu keragamannya yakni, tenun Kauta Kamohu yang sampai saat ini masih dikerjakan dan belum tersentuh oleh dunia industri.
Tradisi tenun Kauta Kamohu sudah ada sejak masa kerajaan Buton dan hanya dikerjakan disekitar kerajaan saja. Seiring berjalannya waktu, tradisi menenun tidak hanya di kerjakan di tataran kerajaan, namun ditranformasikan dan diperkenalkan lewat keterampilan yang ada di daerah atau di kampung kampung.
Saat ini keterampilan menenun bukan hanya sebatas warisan leluhur, namun dijadikan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat, khususnya di desa Watorumbe, kecamatan Mawasangka Tengah (Masteng) Buteng.
Karena masih terus terjaga dan dilestarikan oleh masyarakat, kemudian Munsir, salah satu mahasiswa UHO asal daerah Watorumbe berinisiatif mengikutsertakan tenun Kauta Kamohu sebagai warisan Budaya TakBenda (WBTb) Indonesia yang diselenggarakan oleh Direktorat Jendral Kebudayaan.
Berbekal bantuan dari dinas PK Buteng serta Dinas PK provinsi, Munsir kemudian coba mengumpulkan berbagai persiapan.
“Yang mengusul saat itu ada 17 kabupaten/kota di Sultra. Untuk Buteng yang di usul ada 4 yakni, Kamomose, Pongkatau, Kande kandea dan tenun Kauta Kamohu,” tutur Munsir saat di konfirmasi melalui sambungan telponnya, Kamis (24/12/2020) sore.
Dari ke 4 warisan budaya yang di usul pada tahun 2019 lalu, yang memenuhi syarat baik sinopsis, data, dokumentasi serta video hanya ada satu.
“Yang lengkap seluruh datanya dari ke 4 yang di usul hanya tenun, sehingga kemudian oleh Direktorat Jendral Kebudayaan menindaklanjuti itu pada bulan Juli 2020 dengan menghubungi dinas PK provinsi, ” lanjutnya.
Setelah itu, masih kata Munsir, tepatnya pada awal Desember, maka di gelar sidang penetapan secara virtual bersama dengan Direktorat Jendral Kebudayaan.
“Saat sidang penetapan itu (1 Desember) ada 5 orang yang ikut yaitu kadis PK provinsi, kadis PK Buteng, kepala Bidang, Kepala Seksi dan saya sendiri, ” katanya.
Menurut Munsir, berdasarkan hasil sidang dengan Direktorat Jendral Kebudayaan, kerajinan tenun Kauta Kamohu masuk dalam kategori WBTb karena memiliki point atau skor yang tinggi.
“Point atau skor tertinggi dari kerajinan tenun Kauta Kamohu terletak pada motif sarung ( ada gambar bunga dan kupu kupu yang bernuansa alam) yang tidak dimiliki oleh daerah lain yang ada di Sultra, ” terangnya.
“Selain itu, poin lainnya adalah tenun Kauta Kamohu sudah ada sejak abad 19 dan masih di kerjakan secara turun temurun oleh wanita yang di desa Watorumbe secara manual (belum tersentuh industri), ” bebernya.
Untuk saat ini, lanjut pria yang baru saja menyelesaikan studi, Ia sangat bangga terhadap apa yang baru saja di lakukan.
Menurutnya, semua itu merupakan tanggungjawab pemuda untuk memperkenalkan budaya daerahnya.
“Sebagai pemuda saya bangga bisa mendorong tenun Kauta Kamohu menjadi WBTb Indonesia, ” katanya.
“Saya ingat pesan kadis PK Buteng, Abdullah kesaya, katanya ‘berbuatlah untuk daerahmu sesuai dengan disiplin ilmu yang kamu miliki, ” ceritanya.
Diketahui, tenun Kauta Kamohu telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya TakBenda (WBTb) sebagaimana tertuang dalam keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1044/P/2020.
Sebelumnya, provinsi Sultra mengusulkan beberapa keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional. Dari yang diusul, terdapat 5 keterampilan (tenun Kauta Kamohu, tari Balumpa, perkelahian kuda, tari Lumense dan Mosehe Wonua).
Namun pada tahap 3 (tahap penetapan) 4 keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional ditangguhkan dengan berbagai pertimbangan oleh tim ahli ke 2. (Adm)
Peliput : Arwin