SATULIS.COM, BUTON – Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau, memberikan ultimatum kepada pengguna/pemakai aset tanah dan bangunan rumah dinas hasil limpahan Pemkab Buton kepada Pemkot Baubau, tidak terkecuali Bupati Buton, Drs La Bakry MSi, untuk mengosongkan bangunan yang masih mereka tempati.
Sekretaris daerah (Sekda) Kota Baubau, Dr Roni Muhtar, M.Pd kepada sejumlah media di ruang kerjanya, Rabu (13/1/2021) mengakui, ultimatum yang diberikan Pemkot Baubau ini tidak main-main. Pihaknya memberikan deadline waktu yakni selama 21 hari untuk mengosongkan aset tanah dan bangunan tersebut yang akan dimulai pada hari Rabu (13/1/2021) sampai dengan tanggal 2 Februari 2021.
Jika sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan tidak mengindahkan ultimatum atau surat pemberitahuan Pemkot Baubau, maka Pemkot Baubau akan melakukan penertiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemkot Baubau tidak akan bertanggungjawab atas segala kerusakan dan kehilangan barang-barang akibat dari tindakan penertiban tersebut.
Dikatakan Roni, langkah yang dilakukan Pemkot Baubau merupakan tindaklanjut arahan Korsupgah wilayah VII Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI).
Hal itu juga merujuk pada Peraturan Walikota Baubau Nomor 105 tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah di lingkungan Pemkot Baubau.
Menurut Roni Muhtar, aset tanah atau bangunan rumah dinas limpahan Pemkab Buton tersebut, kini merupakan milik Pemkot Baubau yang diperoleh dari Pemkab Buton, berdasarkan berita acara serah terima aset tanah dan bangunan milik Pemkab Buton yang berada dalam wilayah pemerintahan Kota Baubau kepada Pemkot Baubau Nomor 032/2081 dan Nomor 032/3830 tanggal 21 Agustus 2019.
Berita acara penyerahan tersebut ditandatangani oleh Bupati Buton dan Walikota Baubau, diketahui oleh Gubernur Sultra dan disaksikan langsung oleh wakil ketua KPK RI Prof La Ode Muhammad Syarif, SH, LL,M, Ph.D, Kepala Kejaksaan Tinggi Sultra Mudim Aristo, SH, MH, dan Korwil VII Korsupgah KPK RI Adlinsyah Malik Nasution di ruang rapat kerja Gubernur Sultra.
Selain itu, dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan pemerintah daerah Kota Baubau tahun 2019 Nomor 19.B/LHP/XIX.KDR/06/2020 tanggal 8 Juni 2020, menyatakan aset limpahan dari Pemkab Buton tersebut, telah tercatat sebagai aset milik Pemkot Baubau.
Kemudian, aset dan bangunan itu dalam waktu dekat akan segera digunakan oleh Pemkot Baubau dalam mendukung pelaksanaan tugas pemerintahan dan kemasyarakatan.
”Selama ini Pemkot Baubau selalu mengutamakan sikap kooperatif dan persuasive dalam menyikapi persoalan aset ini. Hanya saja, karena terkesan lambat dalam penyelesaiannya sehingga Pemkot Baubau mengambil langkah tegas dalam rangka mengamankan aset negara yang telah dikuasai pihak lain yakni berupa permintaan pengosongan rumah dinas tersebut,” ujar jenderal ASN Kota Baubau ini.
*Pemkot Baubau Berlebihan*
Ketua DPRD Buton Hariasi Salad, angkat bicara soal ultimatum yang disampaikan Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau kepada Bupati Buton La Bakry. Hariasi menilai, apa yang dilakukan Pemkot Baubau terlalu berlebihan.
“Yang pertama, apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Baubau itu sangat berlebihan .Bahwa kami dari DPRD sudah ada surat masuk dari Pemerintah Daerah, namun kami dari DPRD belum bisa melakukan rapat paripurna. Kami masih menunggu surat resmi dari Mendagri atau petunjuk-petunjuk dari Mendagri,” ungkapnya.
Lebih lanjut Hariasi menambahkan, sampai dengan saat ini DPRD Kabupaten Buton belum mendapat surat jawaban dari Kemendagri terkait polemik asset teresebut.
“Sampai hari ini belum ada, karena kami sudah bersurat ke sana, terkait tentang penyerahan aset,” kata Hariasi.
Menurut Hariasi, petunjuk dari Kemendagri sangat dibutuhkan dengan tujuan agar apa yang dilakukan DPRD Buton mempunyai dasar sehingga tidak merugikan masyarakat Buton secara umum.
“Karena kami juga harus punya dasar dan rujukan, sehingga apa yang menjadi hasil keputusan DPRD itu, itu tidak akan mengecewakan hatinya orang Buton, hati rakyat Buton,” terangnya.
Hariasi menegaskan, selama surat resmi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tersebut belum keluar, pihaknya tidak akan melaksanakan rapat paripurna.
“Sampai surat Kementerian Dalam Negeri tentang petunjuk penyerahan aset itu (belum ada), kami dari DPRD tidak akan pernah melaksanakan rapat persetujuan itu,” tegasnya. (Adm)