SATULIS.COM, WAKATOBI– Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi menggelar sosialisasi perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI). Itu dilakukan demi untuk kemuliaan karya hak cipta dalam upaya mengantisipasi plagiat.
Kegiatan itu, diresmikan langsung Wakil Bupati Wakatobi, Ilmiati Daut, SE., M.Si. Melalui sambutannya, untuk melindungi HKI di Wakatobi perlu dukungan secara masif terhadap penilaian untuk membangun industri kreatif di Wakatobi.
“Tentu ini tidak bisa dikerjakan atau dilakukan oleh ibu Ketua (Dekranasda) saja atau Dinas Pariwisata saja tapi butuh kebersamaan dan kolaborasi untuk memulai usaha kita bersama dan menumbuh kembangkan profesi-profesi di kabupaten Wakatobi,” ujarnya, Rabu ( 25/8/2021)
Menurutnya kegiatan sosialisasi HKI sangat penting dan mengharapkan dengan tema yang diusung yaitu perlindungan HKI untuk pemuliaan karya dan kesejahteraan ekonomi kreatif dalam mewujudkan kabupaten Wakatobi sentosa bisa menjadi basic, bukan hanya pengembangan ekonomi dari kacamata makro dan bisnis.
“Namun juga dari kacamata sosiologi kebudayaan etnografi seni kreatif dan artistik teknologi informasi dan teknologi bahkan dari sudut pembangunan secara komprehensif sesuai dengan 16 subsektor program unggulan ekonomi kreatif kementerian pariwisata republik Indonesia,” paparnya.
Melalui kesempatan yang sama, Ditempat Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Wakatobi, Eliati Haliana menyatakan optimis jika upaya kegiatan itu akan membawa dampak yang konstruktif bagi masa depan pengembangan ekonomi kreatif khususnya pengrajin lokal di Wakatobi.
“Saat ini banyak para pengrajin lokal kita yang telah lama membina dan memproduksi berbagai produk kerajinan. Namun belum terdaftar dan memiliki HKI sebagaimana layaknya. Boleh jadi dikarenakan akses informasi yang terbatas dan minimnya pengetahuan, tentang tatacara pendaftaran HKI secara benar dan lengkap,” kata istri Bupati Wakatobi, H. Haliana, SE itu.
Sementara, Kepala Dinas Pariwisata Wakatobi, Nadar menyatakan, Wakatobi memiliki banyak karya kreatif, baik yang bersifat komunal maupun yang bersifat personal, seperti parang Binongko yang selama ini itu sebagai identitas kebudayaan daerah dan sesungguhnya ada peluang untuk orang binongko di daftarkan sebagai hak dan kekatayaan intelektual daerah.
“sebenarnya banyak dari kita yang gelisah khawatir jangan sampai suatu waktu perang di Binongko ini dibikin di binongko tapi namanya sudah menjadi perang Maluku misalnya atau perang Papua,” jelasnya.
Tidak menutup kemungkinan lanjut Nadar tari balumpa atau tari lariangi yang menjadi kebanggaan Wakatobi hari ini bisa menjadi miliknya negara lain ataupun ditiru sehingga untuk mengamankan itu, satu-satunya cara harus didaftarkan menjadi kekayaan intelektual komunal yang dimiliki oleh Wakatobi.
Disamping kekayaan intelektual komunal yang di miliki wakatobi, saat ini juga karya kreatif yang dimensinya personal sudah mulai menjamur dan diharapkan para pelaku ini sudah memiliki produk yang luar biasa.
“Di Antara kalian, mungkin ada yang layak untuk kita dorong menjadi produk yang bisa bersaing secara nasional secara global. Tetapi kita tidak akan bisa sampai ke sana kalau kita belum bisa memberikan perlindungan dan pelayanan sampai kepada tingkat hak kekayaan intelektual ini,” tutupnya. (Adm)
Penulis : Arjuno
Editor : Basyarun