SATULIS.COM, BAUBAU – Mega proyek jalan lingkar Kota Baubau yang menggunakan dana pinjaman daerah menjadi perhatian publik. Mulai dari element organisasi sampai dengan praktisi hukum, ikut bicara soal empat proyek itu. Aparat Penegak Hukum (APH) diminta untuk melakukan pemantauan dan pengawasan, mulai dari proses lelang hingga pada pengerjaannya.
Penasehat Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Penyambung Lidah Rakyat (Gempur), La Rizalan, meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengawal dan memantau penggunaan Dana sebesar Rp 195 miliar itu.
Menurutnya, peruntukan penggunaan dana pinjaman daerah lebih difokuskan pada pembangunan infrastruktur yang memiliki potensi pendapatan daerah. Bila digunakan untuk pembangunan semacam talud dan lainnya, maka dapat dipastikan pembayaran kredit utang daerah akan dibebankan pada APBD. “sekarang apa yang dihasilkan daerah terhadap pembangunan jalan yang memakai dana pinjaman daerah? jika tak ada pemasukan untuk daerah maka sudah pasti APBD yang menjadi bebannya,” nilainya.
Selain itu, lanjutnya, terkait asas manfaat sebuah pembangunan. Peruntukan dana untuk pembangunan jalan dibeberapa ruas kota belum menjadi prioritas pembangunan daerah. Sebab masih banyak bangunan kumuh di tengah kota yang perlu dibenahi karena berpotensi meningkatkan pendapatan daerah. “Misalnya bangunan aset yang baru diserahkan dari pemkab Buton ke Kota Baubau. Kenapa bukan bangunan itu yang dimanfaatkan. Atau benahi rusunawa di Wameo yang sudah kumu. Biar bagaimana, rusun itu sumber PAD kota,” tambahnya.
Pada kesempatan itu, pria berdarah Majapahit, Buton Selatan (Busel) itu menduga terdapat kepentingan lain dibalik proyek pembangunan jalan tersebut. Sebab mobilitas penggunaan jalan masih sangat minim dan bukan suatu yang urgen untuk daerah. Sehingga sangat patut untuk dipertanyakan kebijakan yang terkesan dipaksakan itu.
Demikian halnya praktisi hukum kota Baubau, Herdiman SH angkat bicara. Dia menghimbau pemerintah Kota Baubau, dalam hal ini panitia lelang agar selektif, profesional dan independen menjalankan tugas sesuai mekanisme berdasar pada ketentuan perundang-undangan.
“Untuk menjadi pantia lelang itu tidak sembarang. Mereka (panitia lelang) punya sertifikasi, sehingga kerja-kerja yang dilakukan harus profesional sesuai dengan sertifikasi yang didapat, dengan menghindari intervensi pemangku kebijakan,” beber Herdiman.
Ditambahkan Herdiman, yang perlu juga menjadi pertimbangan adalah terjadinya monopoli pekerjaan yang berdampak pada persaingan usaha tidak sehat. Ketika muncul persaingan tidak sehat, patut diduga terjadi potensi persengkokolan. Hal itu merujuk pada Undang-undang Cipta Kerja.
Herdiman mencontohkan indikasi permainan yang bisa saja dilakukan, misalnya persekongkolan pada saat evaluasi dan penetapan pemenang tender/lelang, meliputi jumlah peserta tender yang lebih sedikit dari jumlah peserta tender dari lelang sebelumnya. Kemudian harga yang dimenangkan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari harga tender sebelumnya, oleh perusahaan atau pelaku usaha yang sama.
“Ada banyak modus dalam hal monopoli pekerjaan. Ada persekongkolan sesama peserta tender, ada juga yang memasukkan penawaran dalam pekerjaan yang sama, dengan menggunakan perusahaan berbeda, tetapi satu pengusaha,” jelas Herdiman.
Pria yang juga mantan aktivis Kota Baubau ini menambahkan, selain hal-hal yang telah dijelaskan diatas, modus permainan lainnya yaitu, ada indikasi selisih harga yang diajukan pemenang tender dengan harga penawaran peserta lainnya, dengan alasan tidak wajar atau tidak dapat dijelaskan.
Herdiman mewarning Pokja agar konsisten terhadap metode pengadaan sebagaimana yang tertuang dalam berita LPSE Kota Bauubau, yaitu menggunakan harga penawaran terendah dengan sistem gugur. Tentunya dengan pertimbangan penawar terendah mempunyai kualisfikasi perusahaan yang memenuhi syarat baik secara teknis, adminstrasi dan biaya.
“Dengan sistem penawar terendah itu, negara atau daerah tentu diuntungkan dengan selisih harga. Daerah bisa lebih berhemat. Selisih anggaran itu, bisa dimanfaatkan untuk sektor pembangunan lain yang dibutuhkan masyarakat,” katanya.
Olehnya itu Herdiman mengajak seluruh element masyarakat serta Aparat Penegak Hukum (APH), untuk ikut memantau pekerjaan tersebut. Harapannya tidak lain agar tercipta iklim kerja yang baik dalam setiap proses tender. Tentunya berdampak pula dengan kualitas pekerjaan dari para kontraktor sehingga hasilnya dapat dirasakan dengan baik oleh daerah.
Siapa kemudian perusaahan yang akan memenangkan tender dalam proyek itu?. Informasi yang dihimpun dan masuk dalam redaksi Satulis.com, bahwasanya paket pekerjaan jalan lingkar kota Baubau, diprediksi akan dimenangkan oleh sejumlah perusahaan yang menjadi penawar tertinggi.
Untuk peningkatan jalan lingkar ruas waborobo-Batupopi, prediksi akan dimenangkan oleh PT. Putra Nanggroe Aceh atau PT Mahardika Permata mandiri. Indikasinya, beda perusahaan, tapi satu pengusaha yang gunakan.
Kemudian pekerjaan Bukit Asri-Batupopi, prediksi akan dimenangkan oleh PT Meutia Segar. Pekerjaan Sorawolio-Bukit Asri, prediksi dimenangkan oleh PT. Merah Putih Alam Lestari. Pekerjaan Sorawolio tahap IV, prediksi dimenangkan PT. Garungga Cipta Pratama (LO). Benarkah sejumlah perusahaan yang diprediksi itu bakal memenangkan tender puluhan miliar tersebut?
Terkait prediksi itu, kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Baubau, Andi Hamzah yang dikonfirmasi via Watshapp, Rabu (03/11/2021) belum merespon.
Sementara itu, kabag Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) Kota Baubau, Drs Ahmad Basri MSi yang dikonfirmasi via Handphonenya, Rabu (03/11/2021) terkait prediksi itu, menanggapi santai.
“Siapa yg prediksi? Orang yg prediksi ini hebat skali, sy saja tdk pernah bisa prediksi hal2 spt ini, krn ini proses lelang terbuka, yg keputusannya harus ada landasan aturannya, itu saja konfirmasi dari saya,trims,” jawabnya melalui Whatshap.
Diketahui, Pemerintah Kota Baubau melalui Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) telah melakukan lelang pekerjaan. Empat pekerjaan yang dimaksud, yakni :
- Peningkatan Jalan Lingkar Ruas 2 Waborobo-Batupoopi dengan Pagu Anggaran Rp 41.660.803.880.
- Peningkatan Jalan Lingkar Ruas 2 Bukit Asri-Batupoopi dengan Pagu Anggaran Rp 40.423.956.090.
- Peningkatan Jalan Lingkar Ruas 2 Sorawolio-Bukit Asri dengan Pagu Anggaran Rp 40.044.499.770.
- Peningkatan Jalan Lingkar Ruas Bungi-Sorawolio tahap IV dengan Pagu Anggaran Rp 43.935.903.386.
Untuk pekerjaan Peningkatan Jalan Lingkar Ruas Bungi – Sorawolio Tahap IV, sebanyak 46 perusahaan ikut mendaftar. Dari jumlah itu, hanya 4 perusahaan yang memasukkan penawaran. Di urutan pertama, PT Meutia Segar dengan nilai penawaran Rp. 35.118.139.892,38. Urutan dua PT. Rajasa Tomax Globalindo, nilai penawaran Rp 35.121.463.600,70. Urut tiga, PT Putra Nanggroe Aceh dengan nilai penawaran Rp. 39.908.888.000,00. Urutan empat, PT Garugga Cipta Pratama, nilai penawaran Rp 40.914.746.253,20.
Untuk proyek Peningkatan Jalan Lingkar Ruas 2 Bukit Asri – Batu Popi, ada 42 pendaftar. Yang memasukkan penawaran hanya tiga perusahaan, dimana PT. Cikools Ara Prima menjadi penawar terendah, yakni Rp. 33.409.039.670,97. Menyusul PT. Putra Nanggroe Aceh, nilai penawaran Rp. 33.816.805.000,00 lalu PT. Meutia Segar dengan nilai penawaran Rp. 39.660.263.441,35.
Pada paket pekerjaan Peningkatan Jalan Lingkar Ruas 2 Sorawolio – Bukit Asri, tercatat 42 peminat. Namun, yang memasukkan penawaran hanya 5 perusahaan. Masing-masing PT. Putra Nanggroe Aceh dengan nilai penawaran terendah Rp 32.816.000.000,00. Lalu PT. Dian Perdana Karsa dengan nilai penawaran Rp. 33.930.528.051,01, PT Fatdeco Tama Waja Rp. 34.430.655.848,17, PT Adta Surya Prima Rp. 35.915.747.103,71 dan PT Merah Putih Alam Lestari Rp. 38.485.366.786,34.
Sementara pada paket proyek Pembangunan Jalan Lingkar Ruas 2 Waborobo – Batu Popi, terdapat 41 peminat. Yang memasukkan penawaran hanya dua perusahaan, masing-masing PT. Putra Nanggroe Aceh Rp. 34.930.999.000,00 dan PT Mahardika Permata mandiri Rp. 40.582.485.743,71. (Adm)
peliput : Gunardih Eshaya