Kamis, November 21, 2024

Di Kepton, Banyak Aktivitas Galian C Diduga tak Kantongi Izin

CATATAN : GUNARDIH ESHAYA (Pendiri/Direktur Satulis.com)

Banyak aktivitas galian C di wilayah Kepulauan Buton (Kepton) diduga tidak mengantongi izin (ilegal). Selain itu, banyak perusahaan konstruksi yang dalam pengerjaan proyek menggunakan material dari usaha galian C ilegal.

Berkaitan dengan itu, tim redaksi Satulis.com tengah melakukan investigasi dan inventarisir, pihak-pihak yang diduga kuat melakukan kegiatan melanggar hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Bahkan ada yang diduga sengaja melakukan pemalsuan data dan manipulasi. Modusnya, usaha galian C yang mensuplai material kepada pihak kontraktor pelaksana proyek merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Namun kenyataannya, material galian C yang digunakan, tidak diambil dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang dimilikinya dan benar-benar bersesuaian dengan titik koordinat wilayah pertambangan material galian C sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pihak pemerintah, sehingga aktivitasnya tidak justru merusak kaidah konservasi dan daya dukung lingkungan.

Selain itu, praktek kongkalingkong galian C kerap dilakukan sejumlah pengembang/Developer dengan menjual bahan material hasil cutting lahannya, baik kepada masyarakat maupun untuk keperluan pengerjaan proyek pemerintah.

Padahal, pertambangan material Galian C wajib dikelola dengan berazaskan pada partisipasi, transparansi dan akuntabilitas publik serta berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Karenanya, seluruh masyarakat patut meminta agar Pihak Perusahaan Pelaksana Proyek yang menggunakan Material Galian C dalam wilayah Kepulauan Buton, bisa membuktikan bahwa Paket Pekerjaan Pembangunan yang sedang dikerjakan tidak terdiri dari konstruksi bangunan yang merupakan hasil pertambangan material Galian C yang ilegal.

Sebab, apabila demi pengerjaan proyek Pembangunan terbukti menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan Galian C dari hasil pendropingan material Galian C oleh pihak-pihak yang bukan pemegang IUP atau IUPK serta izin-izin lainnya, maka pihak kontraktor pelaksana proyek bisa dipidanakan sesuai ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Baca Juga :  Pers dan Refleksi Kemerdekaan

Dalam Pasal dimaksud ditegaskan bahwa : Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi atau IUP Khusus Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 43 ayat (2), Pasal 48, Pasal 67 ayat (l), Pasal 74 ayat (I), Pasal 81 ayat (2), Pasal 103 ayat (2), Pasal 104 ayat (3), atau Pasal 105 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Selanjutnya, dalam Pasal 163 Undang-Undang dimaksud, dinyatakan bahwa dalam hal tindak Pidana itu dilakukan oleh suatu badan hukum, maka selain Pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa Pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 (satu per tiga) kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan.

Badan hukum itu pun dapat dijatuhi Pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum. Dalam banyak kasus tindak pidana pertambangan ilegal biasanya juga diikuti dengan adanya dugaan kejahatan suap kepada oknum penguasa maupun oknum penegak hukum demi melanggengkan berbagai aktivitas tanpa izin resmi.

Selain itu, juga bisa terlacak adanya dugaan kejahatan manipulasi pajak dan setoran lainnya yang semestinya bisa menjadi pemasukan bagi Negara serta daerah, namun tidak bisa diterima oleh Negara dan daerah secara utuh akibat ulah para pihak yang menempuh praktek jalan pintas tanpa prosedur semestinya. Di Kota Baubau sendiri, saat ini ada beberapa mega proyek yang materialnya membutuhkan galian C. Semisal proyek jalan lingkar Kota Baubau dan perluasan landasan pacu Bandara Betoambari.

Baca Juga :  Tender Proyek Jalan Lingkar Baubau Resmi Dilapor Ke APH

Olehnya itu, tidak salah bila seluruh masyarakat pada umumnya menghendaki agar paket pekerjaan pembangunan yang merupakan proyek demi kemakmuran rakyat, jangan sampai dikotori oleh praktek-praktek kejahatan perusakan lingkungan atau ekosistem setempat melalui praktek pertambangan ilegal yang justru kelak menyengsarakan masyarakat dan generasi berikutnya.

Macam-macam tindak pidana pada pertambangan adalah sebagai berikut:

Tindak Pidana Melakukan Pertambangan Tanpa Izin

Kegiatan penambangan dimana pelakunya tidak memiliki izin, maka perbuatannya merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 158 UU Pertambangan yang berbunyi:

Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

Tindak Pidana Menyampaikan Data Laporan Keterangan Palsu

Dalam melaksanakan kegiatan pertambangan dibutuhkan data-data atau keterangan-keterangan yang benar dibuat oleh pelaku usaha yang bersangkutan seperti data studi kelayakan, laporan kegiatan usahanya, dan laporan penjualan hasil tambang, agar hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

Perbuatan memberikan data atau laporan yang tidak benar sebenarnya sanksinya sudah diatur dalam Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat. Oleh karena pemalsuan suratnya di bidang pertambangan dan sudah diatur secara khusus, terhadap pelakunya dapat dipidana denda dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,-.

Tindak Pidana Melakukan Eksplorasi Tanpa Hak?

Oleh karena melakukan kegiatan eksplorasi pertambangan didasarkan atas izin yang dikeluarkan pemerintah yaitu IUP atau IUPK, maka eksplorasi yang dilakukan tanpa izin tersebut merupakan perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman berdasarkan Pasal 160 ayat (1) UU Pertambangan dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,-

Baca Juga :  Hujan Deras Akibatkan Genangan Disejumlah Titik, Proyek Jalan Lingkar Baubau Kembali Disorot

Tindak Pidana sebagai Pemegang IUP Eksplorasi Tidak Melakukan Kegiatan Operasi Produksi?

Pemegang IUP eksplorasi setelah melakukan kegiatan eksplorasi tidak boleh melakukan operasi produksi sebelum memperoleh IUP Produksi. Hal tersebut disebabkan karena terdapat dua tahap dalam melakukan usaha pertambangan, yaitu, eksplorasi dan eksploitasi, maka pelaksanaannya harus sesuai dengan prosedur. Pelanggaran terhadap hal tersebut akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,-.

Tindak Pidana Pencucian Barang Tambang?

Pada kegiatan keuangan dan perbankan dikenal dengan adanya pencucian uang atau money laundering, dimana uang yang berasal dari kejahatan, dicuci melalui perusahaan jasa keuangan agar menjadi uang yang dianggap bersih.

Kegiatan tindak pidana pencucian barang tambang (mining laundering) pada UU Pertambangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,-.

Tindak Pidana Menghalangi Kegiatan Usaha Pertambangan?

Gangguan yang terjadi pada aktivitas penambangan oleh pengusaha pertambangan yang telah memperoleh izin dari pejabat yang berwenang, seperti misal warga yang merasa dirugikan biasanya akan melalukan protes dengan menghalangi kegiatan penambangan dengan melakukan berbagai cara agar penambangan tidak dapat diteruskan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

IKLAN

Latest Articles