SATULIS.COM, KENDARI – Dalam rangka melestarikan kebudayaan, Radio Republik Indonesia (RRI) menyelenggarakan program Klinik Penulisan Budaya. Program tersebut diselenggarakan disela-sela kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022 yang dipusatkan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) LPP RRI, Mohamad Kusnaeni menjelaskan, program Klinik Penulisan Budaya tersebut juga akan disiarkan di 38 stasiun RRI yang tersebar di seluruh Indonesia. Tak hanya itu, siaran tentang kebudayaan itu juga akan disiarkan secara rutin.
“Olehnya kami sangat mendukung dan siap menyukseskan kegiatan ini. Semoga dengan kegiatan ini semuanya mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya,” beber Kusnaeni dalam sambutannya di Gedung RRI Kendari, Senin (07/02/2022).
Terlebih lagi, program tersebut didukung oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang merupakan salah satu organisasi wartawan terbesar di Indonesia.
“Keterlibatan RRI dalam menyukseskan pelaksanaan HPN di Kota Kendari bukan secara kebetulan. Ini juga salah satu misi RRI bahwa angkasawan angkasawati diarahkan untuk memajukan kebudayaan,” tuturnya
Di tempat yang sama, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Atal S. Depari mengatakan wartawan adalah insan yang memiliki peran penting dalam melestarikan kebudayaan. Namun, untuk menunjang pelestarian budaya, masing-masing wartawan harus memiliki wawasan kebudayaan.
“Kita adalah super power budaya kita sendiri. Olehnya itu, kita harus memanfaatkan diri untuk itu,” ungkapnya.
Atal mengatakan klinik budaya adalah kegiatan bagus dan positif untuk diikuti insan pers. Karena bisa menambah wawasan tentang pelestarian budaya. Ia menambahkan, gotong royong penting, sinergitas dan kemitraan yang baik adalah latar belakang lahirnya anugerah kebudayaan.
“Sinergitas dimaksud adalah kemitraan pers dengan pemerintah yang harus diperkuat,” katanya.
Meski demikian, kemitraan yang dimaksud jangan diartikan bahwa apapun yang dilakukan pemerintah seperti diamini oleh pers. Kemitraan itu dibangun untuk proses percepatan pembangunan. Kehadiran insan pers juga harus memposisikan diri sebagai alat pengontrol.
“Ketika misal perencanaan kita lihat sudah mulai melampaui batas, kita koreksi, kita warning, kita kasih pluit. Itu adalah kemitraan, tetapi jangan dibahasakan yang lain seperti menyerang. Pers tidak mengajarkan kritik membabi buta, yang diajarkan kritik membangun. Makanya pemerintah tidak usah takut dikritik, tidak usah ragu, karena kritik pers itu adalah tujuannya untuk kebaikan,” tutup Atal
Penulis : Firman
Editor : Hariman