PASARWAJO, SATULIS.COM – Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Pasarwajo ke-16 dimanfaatkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi untuk kembali memperkuat tali silaturahim antar masyarakat Kabupaten Buton, terkhusus warga di Desa Gunung Jaya dan Sampoabalo yang sempat bentrok.
“Kejadian yang baru yang terjadi di Sampoabalo maupun di Gunung Jaya ini betul-betul sangat memprihatinkan kita semua,” ujar dia saat memimpin HUT Pasarwajo ke-16 sebagai ibu kota Kabupaten Buton di lapangan kompleks perkantoran takawa, Senin (10/6/2019).
Oleh karena itu dalam kesempatan tersebut, Ali Mazi mengajak masyarakat untuk tidak membuat sekat antar sesama dalam kehidupan bermasyarakat. Apalagi seolah-olah memisahkan diri dengan suku Buton.
“Saya mengajak kepada kita semua marilah jangan ada sekat-sekat dalam kehidupan jangan lagi kita membuat diri kita seolah-olah memisahkan diri kita dengan suku-suku di Buton,” ajaknya.
Menurut dia, sepanjang sejarah sepengetahuannya di dalam masyarakat asli Buton hanya ada suku Buton.
“Sepanjang sejarah. Sepengetahuan saya. Sepanjang sejarah yang saya baca. Di buku-buku sejarah. Sebenarnya suku-suku yang ada di Buton ini cuma ada satu. Namanya suku Buton,” ujarnya.
Dari itu, ia mangajak masyarakat Kabupaten Buton untuk tidak mengecilkan diri dengan menyebutkan suku seolah-olah ada perbedaan kasta antara suku satu dan lainnya. Kata dia berdasarkan sejarah, ia tidak pernah membaca di Buton ada suku Laporo maupun Cia-cia. Yang ada hanyalah suku Buton yang mendiami Kepulauan Buton.
“Oleh karena itu saya mengajak kepada seluruh masyarakat Kabupaten Buton jangan lah kita membonsai diri kita dengan menyebutkan suku seolah-olah ada perbedaan kasta antara suku satu dengan suku yang lain. Sekali lagi, sepanjang sejarah. Saya tidak pernah membaca di Buton ini ada suku Laporo ada Suku Cia-cia. Yang ada semua adalah suku Buton yang mendiami kepulauan Buton,” ujarnya.
Olehnya itu, Ia mengajak masyarakat untuk menjaga semua keadaan dan situasi. Ia juga mengajak masyarakat untuk menyebutkan identitas diri sebagai suku Buton.
“Marilah kita menjaga semua keadaan dan situasi yang saya sebutkan tadi. Marilah kita menjaga kita selalu menyebut diri kita suku Buton. Hilangkan lah suku Laporo. Suku Cia-cia di Kabupaten Buton ini tidak ada suku-suku seperti itu. Yang ada adalah suku Buton,” harapnya.
Ali Mazi berharap, di manapun masyarakat Buton berada, bila mendapatkan pertanyaan tentang identitas diri. Harus menjawab dengan bangga dari suku Buton. Atau tidak, sebutlah Sulawesi Tenggara.
“Oleh karena itu dimanapun kita berada setiap kali kita ditanya. Anda dari mana? Jawablah dengan singkat. Saya adalah dari Buton, Sulawesi Tenggara. Atau cukup menyebutkan saya dari Sulawesi Tenggara. Bila ada pengembangan pertanyaan. Jawab saya dari Buton. Jangan lagi ditambah saya dari suku cia-cia. Saya ada lah Suku Laporo. Jangan lagi kita Bonsai diri kita. Jangan kita kerdilkan diri kita dengan prinsip-prinsip yang tidak masuk dalam sejarah,” ajaknya lagi.
Jika itu dilakukan, kata dia maka kecil kemungkinan pertikaian di Sulawesi Tenggara akan terjadi. Sebab semua masyatakat bersaudara.
“Itulah harapan-harapan saya. Sehingga tidak terjadi lagi pertikayan sesama kita. Semua kita bersaudara,” ujarnya.
“Untuk apa kita bertikai masih banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan. Buton yang kaya akan potensi sumber daya alam,” pungkasnya. (Adm)