Sabtu, November 23, 2024

Polemik Pembukaan Akses Jalan TPU, Warga Mengaku Ditipu, Kades Walando Mengelak

SATULIS.COM, BUTON TENGAH – Muhammad Hasdi, warga kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah (Buteng) Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga tertipu oleh kepala Desa Walando, mursidi, soal pembukaan jalan menuju Tempat Pemakaman Umum (TPU).

Pembukaan jalan tersebut rupanya mengenai kintal tanah milik keluarga orang tua Hasdi,  H Ahmad Gazali.

Saat mengetahui tanah orang tuanya terkena proyek pembukaan jalan oleh pemerintah desa, lantas kemudian Hasdi, berupaya untuk bertemu dengan kepada Desa.

Saat ditemui, Mursidi, mengaku telah meminta izin kepada H Ahmad Gazali selaku pemilik tanah.

“Kejadiannya itu kalau tidak salah ditahun 2017 atau tahun 2018 lalu. Katanya pembukaan jalan itu (jalan TPU) sudah izin ke orang tua saya (H Ahmad Gazali), tapi sampai saat ini izin itu tidak pernah ada baik tertulis atau yang lainnya, parahnya orang tua saya tidak mengetahui soal ini,” ucap Muhammad Hasdi, saat menghubungi awak media ini, Senin (29/05/2023) sore.

Menurutnya, setiap kegiatan pemerintah yang bersinggungan dengan masyarakat apalagi perkara tanah, mestinya harus ada prosedur yang harus dijalankan.

Karena merasa tertipu dengan Kades, Hasdi kemudian mengadukan persoalannya kepemerintah Kecamatan, yang saat itu dipimpin oleh Mulyadi.

Untuk bisa meyakinkan pemerintah Kecamatan, dalam pengaduannya, Hasdi, kemudian membawa sejumlah dokumen tanah yang dibutuhkan untuk menguatkan status tanah orang tuanya.

“Bahkan saat di Kecamatan ada permintaan untuk dilakukan pengukuran ulang oleh pihak pertanahan. Hasilnya (pengukuran dari pertanahan) orang pertanahan bilang kalau tanah orang tua saya telah di serobot karena telah berkurang,” katanya.

Anehnya saat pertemuan di Kecamatan saat proses mediasi, lanjut Hasdi, kepala Desa Mursidi enggan untuk bertemu dengannya. Salah satu alasan yang diungkapkan Hasdi, karena kepala Desa tidak mau di mediasi oleh pemerintah Kecamatan.

Baca Juga :  Aliansi Mahasiswa Peduli Covid-19 Adukan Dispar Buteng ke Polres Terkait Kerumunan Pantai Mutiara

Karena mengalami jalan buntu, lantas Hasdi mengadukan soal ini Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD). Disana Ia menceritakan keluh kesahnya. Namun lagi-lagi keluh kesahnya seolah tak mendapat respon.

“Ternyata dinas juga ini tidak mampu masuk kepersoalannya. Padahal kan saya mau menyampaikan kalau sebenarnya ada yang keliru dilakukan oleh desa terhadap pengerjaan jalan TPU,” ceritanya.

“Tapi lagi-lagi jawabannya mengecewakan,” tambahnya.

Tak mau putus asa, kemudian Hasdi berencana akan mengadukan masalahnya ke sekretaris daerah. Setelah menyiapkan segala keperluan, kemudian Ia bersurat ke pemerintah Kabupaten.

Usai bersurat, Hasdi diarahkan untuk bertemu dengan asisnten I, Ahmad Sabir dan Kabag hukum, Aminuhu.

Namun, sesuatu yang tidak diharapkan kembali terjadi. Harapan untuk menemukan jalan keadilan kembali buntu dihadapannya.

Ia tidak tahu lagi harus bisa bertemu dengan siapa untuk bisa menemukan jalan keadilan buat orang tuannya.

“Ketemu dengan pak asisten dan kabag hukum hanya da bilang mereka tidak bisa ambil sikap atas kejadian tersebut. Alasannya karena tidak ada unsur pidana disitu, sementara bukti bukti yang saya ajukan itu benar dan bahkan ada dari pertanahan (hasil pengukuran ulang),” jelasnya.

Sementara itu kades Walando, Mursidi, saat di konfirmasi membantah kalau pembukaan jalan TPU ditahun 2017 tanpa sepengetahuan dari pemilik lahan.

Karena kata Mursidi, pembukaan jalan itu dilakukan setelah mendapat izin dari H  Ahmad Gazali selaku pemilik tanah.

“Desa izin saat pembukaan jalan TPU ke pak haji. Waktu itu yang temui beliau ketua BPD, pak Musrif, bersama anggotanya yang berjumlah 5 orang,” ujar Mursidi.

Saat hendak ketemu dengan pak haji, lanjut Mursidi, sebenarnya sudah mewanti wanti kepala BPD untuk tidak memaksakan pembangunan jalan yang mengenai tanah pak haji.

Baca Juga :  Wali Kota Serahkan SK Penetapan Lokasi TPU Umat Kristiani

Namun karena informasi dari ketua BPD yang mengatakan bahwa pak haji sepakat menghibahkan tanahnya, maka desa kemudian membangun pekerjaan jalan tersebut.

Sialnya, saat sudah mendapat izin secara lisan dan membangun jalan TPU, pihak tidak membuat semacam surat bukti hibah yang dituangkan dalam berita acara.

“Itu kekeliruan mereka (BPD) pada saat itu tidak membuatkan hitam diatas putih,” kata Mursidi.

Selain itu juga, terangnya, persoalan pembukaan jalan TPU sebenarnya jauh sebelummnya telah disepakati oleh pak haji. Hal itu diungkap saat musyawarah RKP di desa pada tahun 2017.

“Kan rapat dulu sebelum penentuan persiapan pembangunan di 2017 itu masyarakat tidak ada yang mengusulkan pembangunan jalan menuju TPU. Namun pak haji yang mengusulkan,” ceritanya.

“Katanya saya hibahkan saya ikhlaskan tanahku dan itu ada dalam notulen rapat,” sambungnya.

Belakangan setelah 2 tahun berjalan, masih kata Mursidi, ternyata soal pembangunan jalan ini dipersoalkan hingga masuk di DPRD untuk dibahas.

Dalam mediasinya, ada beberapa point yang menjadi kesepakatan antara pihak desa dan pemilik tanah. Salah pointnya yakni meminta desa untuk melakukan ganti rugi.

“Jumlah yang diminta itu 100 juta. Lantas saya mau ambil dimana uang. Sebenarnya saya bukan menghindari soal ini akan tetapi saya belum ketemu mereka karena tidak punya uang untuk ketemu.  Kan tidak mungkin ambil uang di desa,” tandasnya.

Diketahui, pembangunan jalan TPU yang dibangun oleh kades Walando merupakan proyek Desa yang menggunakan anggaran Dana Desa (DD). (Adm)

Penulis : Arwin
Editor: Gunardih Eshaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

IKLAN

Latest Articles