Jumat, November 22, 2024

Pengawasan Partisipatif Masyarakat Dalam Mewujudkan Pemilu yang Berkualitas

Oleh : ZARMIN S.Pd
Penulis adalah Mantan Pegiat Pemberdayaan, Mantan Penyelenggara Pemilu, juga Wartawan aktif di salah satu media on line serta Wiraniaga di perusahaan Toyota.

Wacana penundaan Pemilihan serentak 2024 yang menjadi perbincangan elit politik maupun masyarakat luas akhirnya terbantakan. Hal itu menyusul dikeluarkannya peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 3 tahun 2022. Adanya peraturaan tersebut dipastikan tidak akan ditundanya Pemilu 2024 mendatang.

Dimulainya tahapan tersebut, besar harapan masyarakat negeri ini pada Pemilu 2024 mendatang saat memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD dan DPRD berjalan sesuai dengan yang dimanatkan pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 3 tahun 2022 pasal 2, dimana Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Pemilihan Umum nomor 3 tahun 2022 pasal 2, dimana Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Untuk mewujudkan itu dibutuhkan partisipasi semua pihak untuk ambil andil didalamnya, terutama Penyelenggara Pemilu harus melaksanakan Pemilu berdasarkan pada asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip, mandiri;  jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, efisien, aksesibel.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga penyelenggara pemilu sesuai yang diamantkan UU, yakni pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 untuk mencegah, mengawasi dan menindak pelanggaran serta penyelesaian sengketa proses pemilu memiliki peran penting dan vital untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas dan demokratis itu.

Hanya saja untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis dan berkualitas tersebut dibutuhkan kerja-kerja kolektif terintegratif mengingat jumlah pengawas penyelenggaraan pemilu tidak sebanding dengan obyek pengawasan yang dilakukan oleh pengawas Pemilu, baik obyek pengawasan pemilu bersifat internal maupun eksternal.

Baca Juga :  Kenapa Harus Ada “Kawin Paksa” Sultra Daratan dengan Sultra Kepulauan di Pilgub Sultra?

Misalnya saja penyelenggara Pemilu yang merupakan obyek internal yang patut diawasi kerjanya. Sebab masih ditemukan cara-cara kerja yang tidak profesional, tidak netral dan cenderung menurunnya integritas sebagai penyelenggara Pemilu.

Belum lagi dihadapkan dengan pengawasan yang dilakukan secara eksternal bagi mereka berstatus ASN, TNI dan Polri dalam hal menjaga netralitasnya dan melakukan mobilisasi serta intimidasi termasuk black campaign, isu SARA juga minimnya peserta Pemilu yang taat asas dalam proses kontestasi.

Semua faktor pendorong itulah yang akan mencederai Pemilu yang demokratis. Oleh karena itu, kerja-kerja pengawasan tidak hanya menjadi domain kerja oleh Badan Pengawas Pemilu, saja melainkan harus melibatkan masyarakat secara partisipatif untuk ikut melakukan pengawasan Pemilu.

Hanya saja, sebagai penyelenggara pengawas Pemilu, Bawaslu harus menjadi yang pertama dalam mewujudkan pengawasan partisipatif dalam mendorong masyarakat untuk sama-sama melakukan pengawasan untuk mewujudkan Pemilu yang jauh dari praktek menghalalkan segala cara dalam memenuhi hasratnya.

Keterlibatan masyarakat dalam  proses Pemilu secara partisipatif bertujuan agar masyarakat juga mau dan ikut berkolaboratif untuk mengawasi proses Pemilu tersebut. Tujuannya untuk memastikan kepada meraka yang berprofesi ASN, TNI dan Polri juga termasuk perangkat desa dan pegawai BUMN serta BUMD agar tidak melibatkan diri menjadi politik praktis, namun menjaga netralitasnya.

Larangan sejumlah pihak tersebut, semuanya diatur dalam regulasi kita, misalnya saja dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 Pasal 5 huruf n PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon anggota DPR, calon anggota DPD, calon anggota DPRD dalam Kampanye.

Selanjutanya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Pasal 28 Ayat (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. Untuk TNI, dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 39 Prajurit dilarang terlibat dalam; (1) Kegiatan menjadi anggota partai politik (2) Kegiatan politik praktis.

Baca Juga :  APAKAH RAHIM PELAKU KRIMINAL?

Bagi Kepala Desa (Kades), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 29 huruf g Kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik. Diundang-undang yang sama juga mengatur larangan bagi perangkat desa. Pasal 48 yang dimaksud dengan perangkat desa meliputi Sekretaris Desa, Pelaksana kewilayahan dan pelaksana teknis. Pasal 51 huruf g Perangkat Desa dilarang menjadi pengurus partai politik. Dan pada Pasal 64 huruf h Anggota Badan permusyawaratan Desa dilarang menjadi pengurus Partai politik. Termasuk larangan bagi meraka di BUMN dan BUMD yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Netralitas mereka tentu sangat berarti dalam upaya mewujudkan good govarment. Sebab, bila di Pemilu nanti, ada penyelenggara pemerintahan yang tidak netral, dengan berpihak pada kelompok politik tertentu maka yang terjadi adalah polarisasi politik yang berdampak pada polarisasi tatanan kehidupan sosial kita, menggangu stabilitas nasional juga tentu akan menghambat pembangunan nanti.

Dalam hal pengawasan partisipatif, masyarakat diharapkan menjadi indera pendegar dan penglihatan bagi pengawas Pemilu.  Dari pengawasan partisipatif tersebut diharapkan masyarakat memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan melaporkan dugaan pelanggaran pemilu kepada pengawas Pemilu. Hasil dari laporan masyarakat tersebut akan ditindak lanjuti oleh pengawas Pemilu sesuai dengan ketentuan dan kewenangan pengawas Pemilu.

Bukan hanya itu, untuk mewujudkan sepenuhnya pengawasan yang partisipatif masyarakat diharapkan bersedia menjadi saksi dalam proses penanganan dugaan pelanggaran yang diproses oleh pengawas Pemilu, karena itu dibutuhkan kesadaran hukum yang baik setiap masyarakat sehingga hasil pengawasan partisipatif dimaksud benar-benar memberikan dampak positif bagi kualitas penyelenggaraan Pemilu.

Solusinya, penguatan kapasitas berupa sosialisasi dan pelatihan tentang pengawasan partisipatif, terhadap dunia kepengawasan perlu ditumbuhkan agar banyak yang mau dan sadar akan pentingnya pengawasan Pemilu partisipatif.

Baca Juga :  Pemilu di Pusaran Pemilih Pemula

Karena dipercaya, semakin banyak yang mengawasi Pemilu secara partisilatif, maka akan semakin baik kualitas pesta demokrasi kita sebab semua pihak yang terlibat dalam kepemiluan akan selalu menjaga diri dan dan taat asas sesuai dengan ketentuan perundang-undagan yang berlaku di NKRI.

Dengan begitu, menciptakan dan mewujudkan pemilu demokratis bukan hal yang mustahil untuk direalisasikan yang pada akhirnya bermuara pada adanya rasa keadilan dan kemakmuran serta kesejahteraan bagi bangsa ini sesuai dengan  tujuan dan cita-cita seperti yang tertuang dalam UUD 45. ***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

IKLAN

Latest Articles