SATULIS.COM – Tambang nikel di beberapa dunia dalam waktu belakangan ini dinyatakan tutup sementara. Hal itu akibat dari jatuhnya harga nikel imbas dari melubernya pasokan nikel ke dunia.
Anjloknya harga nikel ke level US$ 16.000-an itu menumbangkan beberapa tambang nikel seperti misalnya tambang nikel di Australia Wyloo Metals Pty Ltd, milik miliarder Andrew Forrest, diikuti oleh BHP Group dan First Quantum Minerals Ltd.
Mengutip CNBC Indonesia Research, faktor penutupan tersebut disebabkan oleh pasokan global yang berlebih membuat harga nikel jatuh hingga 40%, mendorong sejumlah produsen besar dan kecil untuk menghentikan produksi.
Termasuk pasokan nikel dari produsen terbesar dunia, yaitu Indonesia. Data menunjukkan bahwa persediaan nikel telah meningkat hampir 90% sejak Juni di London Metal Exchange, memperlihatkan adanya kelebihan pasokan global.
Situasi ini terjadi bersamaan dengan penurunan impor nikel ke China, yang mengalami penurunan hingga level terendah dalam 10 tahun terakhir.
Menjawab soal penutupan tambang nikel itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkap fakta yang membuat tambang nikel Australia-Caledonia berhenti beroperasi.
Salah satunya disebabkan karena selama ini mereka tidak berpikir dari sisi hilir. Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menjelaskan selama ini Australia hanya memikirkan dari sisi penambang saja.
“Ini saya kira beda dengan Australia, dia gak mikir hilir mereka ekspor-ekspor saja. Dari hilir harus dilihat price equilibrium harus dilihat hulu untung hilir, untung baterai untung mobil juga murah, jadi terjangkau masyarakat,” ujarnya dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2024 di Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta, dikutip Selasa (5/3/2024).
Seto menjelaskan tren harga komoditas seharusnya dapat dilihat dalam jangka panjang, setidaknya 10 tahun ke belakang. Pada saat itu, harga nikel masih berada di level US$ 15.000 per ton atau lebih rendah dibandingkan harga saat ini.
Karena itu, ia pun bingung dengan beberapa negara seperti Australia dan Prancis yang protes terhadap turunnya harga nikel. Padahal apabila harga nikel tinggi, hal tersebut bakal berdampak pada harga jual dari mobil listrik. “Jadi harga kira kira harus US$ 17.000 per ton, penambang smelter masih oke, mungkin gak se wow 2 tahun terakhir tapi cukup baik,” kata Seto.
Ia pun tidak sepakat dengan tudingan yang menyebut harga nikel anjlok gara-gara membeludaknya pasokan nikel asal RI.