SATULIS.COM,KENDARI – Oknum TNI Angkatan Laut (AL) Letnan Kolonel Marinir AF membantah menodong pemimpin Pondok Pesantren Ihya’ Ahsunnah Muhammad Sutamin dengan senjata api. Namun, ia mengaku hanya memegang airsoft gun saat itu.
Sebelumnya, Sutamin mengaku diintimidasi oleh sejumlah oknum TNI AL dengan cara ditodong dengan menggunakan senjata api, di Kelurahan 19 November, Kecamatan Wundulako, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis (9/1).
“Pistol itu bukan organik, itu air softgun. Tidak ada amunisi dan tak ada gas. Seperti senjata mainan. Senjata itu tidak dikeluarkan, hanya dipegang saja,” kata Letkol AF di Polres Kolaka, Jumat (10/1).
Letkol AF adalah putra dari Mardin More yang bersengketa dengan pemimpin pondok pesantren terkait kepemilikan tanah.
AF juga membantah menodong Sutamin dengan pistol dan mencabut sangkur.
“Video viral itu, gerakan dimaksud menunjuk agar ikut. Tidak benar penodongan, bunyi letusan juga tidak benar. Informasinya adalah bunyi letusan petasan anak-anak yang bermain,” dalihnya.
Ia mengklaim senjata maupun sangkur yang dibawanya merupakan prosedur tetap (protap) seorang anggota TNI yang menjalankan tugas. Namun, AF membantah senjata dan sangkur itu bukan untuk menakuti Sutamin.
“Saat pelaksanaan interogasi, saya melepas semua (senjata) dan kemudian diamankan orang tua (Mardin More). Sangkur itu diamankan di ruang tata usaha dari Pos AL,” bebernya.
Kedatangan dirinya ke lokasi pesantren itu hanya untuk menunjukkan wilayah yang tengah bersengketa kepada anggota Pos TNI AL Kolaka.
Atas video yang beredar termasuk pernyataan Sutamin di media sosial, Letkol AF keberatan dan akan melaporkan ke polisi atas dugaan fitnah.
“Saya akan laporkan yang sebar video itu. Kami menerima efek seperti ini dan merasa dirugikan karena menyangkut nama baik institusi,” tekannya.
Mardin More menambahkan sertifikat yang dipegang oleh Sutamin adalah miliknya sehingga ia berhak mengambilnya kembali. Ia mengaku terpaksa meminta Sutamin ikut ke Pos POM AL karena khawatir terjadi keributan jika mengambil sertifikat di area pondok pesantren.
“Kita tujuannya untuk mengamankan dia agar tidak jadi tontonan,” jelasnya.
Sebelumnya, Mardin More mengaku sudah meminta secara baik-baik agar Sutamin mengembalikan sertifikat tersebut dan pemerintah kelurahan pernah memediasi pertemuan itu. Hanya saja, kata dia, Sutamin tidak pernah hadir dalam pertemuan itu.
Sertifikat tersebut, kata dia, diberikan kepada Sutamin pada 2012 lalu sebagai dasar meyakinkan donator untuk membangun pondok pesantren.
“Saya hanya pinjamkan untuk yakinkan donatur,” katanya.
Soal uang yang diberikan Sutamin sebesar Rp100 juta, Mardin mengklaim bukan untuk penjualan tanah melainkan untuk membangun pondok. Mardin mengklaim tanah itu merupakan wakaf yang tidak bisa diperjualbelikan.
“Iya, Rp100 juta itu dia transfer ke rekening saya. Jadi tidak ada namanya jual beli tanah. Saya hanya pinjamkan sertifikat itu. Sekarang sertifikat itu masih atas nama saya,” tekannya.
Setelah beberapa kali tidak digubris agar sertifikatnya dikembalikan, ia kemudian melapor ke Polres Kolaka atas dasar dugaan penipuan. Belakangan, polisi mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Ia juga kalah di Pengadilan Negeri Kolaka.
Sebelumnya, Sutamin mengaku diintimidasi oleh Letkol AF bersama Mardin More dengan cara ditodongkan senjata di kepalanya. Selain itu, ia juga dipaksa agar ikut ke POM AL untuk menyerahkan sertifikat yang telah dibelinya dari Mardin More.
Kasus ini, kata Sutamin, akan dilaporkan ke Polres Kolaka atas dugaan perampasan dan pengancaman. Selain itu, ia juga akan melaporkan Letkol AF ke POM AL atas dugaan indisipliner. (Adm)