SATULIS.COM, BAUBAU – Penanganan kasus Muh Sadli oleh pihak kepolisian dinilai janggal dan inprosedural. Hal itu dikarenakan, Bupati Buteng Samahuddin sebagai pihak yang merasa dirugikan, tidak melapor secara pribadi.
Kuasa Hukum Sadli, Hardi, SH mengatakan, merujuk pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 31/PUU-XIII/2015 tahun 2015 tentang Yudisial Review pasal 319, yang intinya bahwa penghinaan terhadap pejabat negara dihapus.
Oleh karena itu kata Hardi, kedudukan pejabat negara setara dengan masyarakat, dimana pasal tentang penghinaan pejabat negara adalah delik aduan.
“Dalam perkara ini, kalau merupakan sengketa pers, seharusnya diselesaikan lewat jalur pers. Sedangkan apabila delik aduan, Bupati tidak bisa menggunakan jabatannya atau menggunakan fasilitas negara untuk melaporkan, artinya harus melapor sendiri bukan melalui Kabag Hukum,” jelasnya.
Atas dasar itu ungkap Hardi, selaku kuasa hukum Sadli, pihaknya akan bersurat ke Ombudsman.
Sementara itu, Bupati Buteng, Samahuddin kembali absen menghadiri panggilan sidang Muhammad Sadli. Hal itu diutarakan langsung Benny Utama, SH selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Buton, Kamis (6/2/2020).
“Ini sudah panggilan ketiga untuk agenda sidang mendengarkan keterangan saksi korban, namun Bupati Buteng, Samahudin, belum juga menghadiri. Kabarnya beliau lagi ada kegiatan diluar daerah, menghadiri kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) 2020 di Banjarmasin ini, ada surat tugas yang diperlihatkan, selaku kepala daerah,” ungkapnya.
Benny juga menambahkan berdasarkan keterangan yang ada di BAP, JPU menggelar ekspos perkara di internal Kejaksaan, dan memutuskan perkara penetapan pasal yang menjerat Sadli bisa naik Ke persidangan berdasarkan keterangan ahli ITE, ahli bahasa dan ahli dari Dewan Pers yang tertuang dalam BAP.
“Nantinya biar majelis hakim yang menilai apakah unsurnya memenuhi syarat atau tidak,” urainya. (Adm)
Peliput : Cahya