SATULIS.COM, Buton Selatan – Langkah ketua DPRD Buton Selatan (Busel), La Ode Armada yang membubarkan Panitia Khusus (Pansus) dugaan ijazah palsu Bupati Busel, La Ode Arusani disebut sebagai bentuk ketidak pahaman politikus asal PDIP itu.
Ketua Pansus, La Hijira mengatakan, secara notulen catatan yang tertulis resmi dari sebuah kegiatan pertemuan rapat dengar pendapat (RDP), tidak bisa membatalkan pansus yang di bentuk melalui proses paripurna dewan. Dimana untuk menggelar paripurna, syaratnya minimal dihadiri 3/4 dari total 20 jumlah anggota DPRD Busel.
Dikatakan La Hijirah, sementara RDP yang dipakai ketua DPRD Busel untuk membatalkan Pansus hanya dihadiri oleh enam anggota DPRD Busel dan kelompok masyarakat.
“Untuk dapat membatalkan pansus, harus mencapai 3/4 dari 20 anggota DPRD Busel. Masa RDP mau bubarkan pansus, apa lagi anggotannya cuma enam orang” ucap La Hijira kepada Satulis.com via telepon, Rabu (01/07/2020).
Legislator asal partai Golkar ini menambahkan, pengambilan keputusan yang di tetapkan oleh ketua DPRD Busel, La Ode Armada yang di hadiri beberapa anggota di anggap gagal paham dalam aturan putusan sidang.
“Jadi kalau DPRD Busel mau membatalkan Pansus melalui RDP, saya berkesimpulan bahwa Ketua DPRD tidak paham aturan,” singgung La Hijira.
Menurut dia, Pansus dibentuk untuk mengungkap titik terang dugaan ijazah palsu Arusani selaku Bupati Busel yang selama ini telah menjadi bola liar. Pansus akan mengumpulkan bukti dan keterangan. Jika kemudian ijazah yang diduga palsu itu tidak benar, maka harusnya tidak ada keraguan dari Arusani.
Lebih lanjut La Hijira memaparkan, Pansus merupakan salah satu langkah dewan dalam menjalankan fungsinya.
“Kita akan lakukan langkah-langkah penyelidikan tentang ijazah palsu, karena yang menentukan sah atau tidak bukan pansus, tetapi lembaga peradilan. Jadi ini bukan hal yang menakutkan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Senin (29/6/2020) Ketua DPRD Busel, La Ode Armada menggelar rapat pembubaran pansus karena dinilai telah melanggar tata tertib dewan.
Kata dia, pengambilan keputusan baik dari rapat badan Musyawarah (Banmus) maupun rapat paripurna angket sama sekali tidak dikordinasikan dengan pimpinan atau surat pemberitahuan digelarnya rapat paripurna pembentukan pansus tersebut.
Ia menegaskan, pengusulan hak angket tidak menyampaikan dokumen-dokumen dengan dugaan ijazah palsu untuk dijadikan dasar pandangan fraksi sebagaimana telah di atur dalam peraturan nomor 12 tahun 2018 pasal 73 ayat 2 dan pasal 74 ayat 1.
“Sekwan juga tidak diberi konfirmasi dalam pengagendaan kegiatan rapat paripurna ini. Pansus yang menggunakan hak angket anggota dewan ini sarat akan kepentingan. Jadi atas dasar itu saya beserta lima orang anggota DPRD Kabupaten Busel lainnya menggelar rapat pembatalan pansus itu, katanya. (Adm)