SATULIS.COM – Wakatobi, daerah dengan gugus pulau dalam satu dasawarsa terakhir, menarik perhatian publik nasional dan mancanegara. Nama eks wilayah Kabupaten Buton ini membenam dalam ingatan sebagai surganya pariwisata maritim.
Situasi politiknya pun begitu, sebab warga Sultra menyemai ingatan bila Pilkada Wakatobi sebelumnya telah melahirkan politisi perempuan bernama Ilmiati Daud, SE., M.Si. – yang mendapuknya di posisi Wakil Bupati Wakatobi, periode 2016-2021.
Ilmiati puteri tokoh Sulawesi Tenggara, asal Wakatobi; Drs. Maola Daud – birokrat dan politisi sarat pengalaman yang pernah mencatat diri sebagai Bupati Muna cukup lama di tahun 1986-1997, bahkan pernah menjadi calon gubernur Sultra di tahun 1992 sebagai kompetitor Drs. H. Laode Kaimuddin dan Ir. H. Andi Pangerang Umar.
Maola Daud wafat di tahun 2000 silam, namun ia menyimpan nama baik dan benih untuk ia hamparkan bagi warga Sultra, tak terkecuali di kampung halamannya, Wakatobi. Setidaknya untuk putrinya, Ilmiati Daud – yang terlahir di Kota Malang, 5 Maret 1972 – sebagai penerus amanah untuk memakmurkan negerinya.
Secara genalogis Ilmiati tumbuh sebagai politisi, tentu karena aliran darah yang menurun kepadanya. Persis seperti ayahnya, sebelum ke politik, Ilmiati meretas karir sebagai birokrat – PNS di Kolaka dan di Pemprov. Sultra – jalan yang ditempuhnya setelah dipersunting pria Kolaka, Subhan Tahrir, SH – putera seorang veteran bernama Haji Tahrir, salah seorang peletak dasar lahirnya Kabupaten Kolaka.
Karena itu, tak perlu meragukan sosok Ilmiati Daud, ia dibesarkan di lingkungan keluarga yang berjibaku dengan urusan politik, pemerintahan, dan sosial kemasyarakatan. Ilmiati menjadi figur peredam dikerasnya ombak politik Wakatobi. Ia diminta pulang ke kampung halamannya, menjadi wakil bupati di negeri segi-tiga karang dunia itu. Takdir berpihak kepadanya.
Tahun 2021, sebentar lagi tiba. Serunai politik kembali menggema di negeri itu. Grup-grup media sosial seolah menjadi penanda, dan nama Ilmiati Daud pun digemakan untuk mewarnai lagi Pilkada Wakatobi. Tetapi ia tak jumawa. Harusnya ia memilih pucuk sebagai calon bupati, tetapi konsisten sebagai calon Wakil Bupati.
“Hidup ini tak sekadar ikhtiar dan takdir, butuh juga konsistensi,” katanya kepada Butonmaz Jumat malam. 7 Agustus 2020. Alasan itu yang menjadi pemicunya, dan memilih berpasangan dengan Haji Haliana, SE – kompatriot politik di periode sebelumnya.
Maka lahirlah akronim ‘Hati’ (Haliana-Ilmiati), sebagai semiotik politik yang mungkin punya makna, bahwa masyarakat Wakatobi akan lebih sejahtera bila masyarakatnya dibangun dengan sikap saling menghormati, saling menyayangi, dan tentu harus lebih dekat dengan warga, agar denyut dan rasa warga tak terabaikan. Nilai-nilai kaum marhaen.
Sepertinya nilai itu yang membuat pasangan Haliana-Ilmiati yang membuat partai sekelas PDI-Perjuangan menyiapkan kendaraan politik, demikian pula sejumlah partai politik lainnya. “Kami konsisten membangun harmonisasi dengan siapa saja, intinya kami hadir untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Wakatobi,” papar Ilmiati.
Banyak pesan moral mengalir kepadanya ketika PDIP memberinya dukungan. Ibu dari 4 orang anak ini, selalu membalasnya sekalipun hanya melalui pesan mobile, dan media sosial lainnya. Benar-benar bijak.
“Tak perlu berlebihan, siapapun calon pemimpin dan pemilihnya di negeri ini adalah saudara. Kerukunan, dan harmonisasi tetap harus terbangun. Pilihan politik boleh berbeda, sebab itu sekadar jalan memakmurkan masyarakat. Kita semua sepakat membangun Wakatobi yang lebih baik di masa depan,” imbuhnya. (zah/ButonMagz)