SATULIS.COM, BUTON TENGAH – Polemik Dana PPM PT. AHB, Sikap DPRD Buteng di Pertanyakan – Sikap DPRD Buton Tengah (Buteng) yang terkesan acuh terhadap polemik dana program Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) oleh PT. Anugrah Harisma Barokah (AHB), mendapat sorotan.
Aliansi Masyarakat Talaga Raya Bersatu (AMTRB) melalui ketuanya, La Andi S.Sos, mempertanyakan sikap DPRD Buteng yang hingga kini tidak kunjung menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak-pihak terkait guna membahas pembagian dana PPM dari perusahaan penambang nikel PT. AHB.
Padahal menurut La Andi, surat permohonan Rapat Dengar Pendapat telah dimasukkan ke DPRD Buteng tertanggal 25 Februari 2021. Hanya saja, sampai saat ini belum ada kejelasan apakah DPRD Buteng akan menggelar RDP tersebut atau menyepelekan.
“Kita sudah bersurat meminta RDP berdasarkan saran dari ketua Komisi III DPRD Buteng, Tasman. Tapi sampai sekarang belum juga dilaksanakan. Ada apa ini? Patut kita duga jangan sampai “Air” (Dana) yang ada di PT. AHB sudah mengalir ke DPRD Buteng,” kesal La Andi kepada sejumlah awak media saat menggelar jumpa pers, Kamis (08/04/2021).
Menurut La Andi, permohonan agar DPRD menggelar kembali RDP setelah pihaknya membaca surat keputusan (SK) DPRD Buteng sebagaimana termuat dalam berita acara tanggal 28 Januari 2021. Tentang hasil RDP dengan Komisi III DPRD Buteng bersama pihak pemerintah Kecamatan Talaga Raya dan Desa Kokoe, yang juga dihadiri oleh PT. AHB tentang pembagian dana PPM.
Dalam RDP itu, disepakati pembagian 70% untuk Desa Kokoe, dan 30% untuk semua desa yang ada pada wilayah Kecamatan Talaga Raya, termaksud Kecamatan dan Muspika.
Sehubungan dengan hal itu, pihaknya yang sejak awal telah memperjuangkan hak-hak masyarakat, khususnya 5 (lima) Desa tambah satu Kelurahan serta pemilik lahan/kebun, yang seakan-akan termajinalkan akibat dari keluarganya peraturan Gubernur Sultra No 704 tahun 2020 tentang blue print (Cetak biru), sebagian dari turunan keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) RI No 1824K/30/MEM/2018 tentang pedoman pelaksanaan PPM.
“Intinya kami memohon kepada pimpinan DPRD Buteng, khususnya Komisi III untuk melaksanakan RDP ulang dengan menghadirkan Camat Talaga Raya serta seluruh para kepala Desa bersama BPD dan LPM. Kami anggap keputusan pembagian dan PPM 70:30 tidak proposional dan tidak berkeadilan,” jelasnya.
Lebih lanjut La Andi memaparkan, diuraikan dalam blue print adanya pembagian ring terhadap desa yang terkena dampak langsung dari aktifitas penambangan. Terdapat dua ring pada lahan yang dikelola PT. AHB. Ring pertama adalah Desa Kokoe, Kelurahan Talaga Satu, Desa Talaga Dua, Desa Liwu Lompona, Desa Pangilia, Desa wulu, dan Desa Talaga Besar.
“Empat kali negoisasi, dilaksanakan di Desa Kokoe bersama PT. AHB. Empat hari sesudah pertemuan terakhir, PT. AHB langsung mencairkan dana PPM tersebut pada Desa Kokoe tanpa diketahui Camat dan Desa yang lain. Anggaran kurang lebih Rp 1,2 Miliar, diberikan pada Kadesnya,” bebernya.
La Andi menegaskan, pembagian tersebut sangat tidak adil. Terlebih, pada wilayah IUP PT. AHB yang sementara dilakukan penggarapan sekira 800 hektar dalam wilayah Kabupaten Bombana, 100 persen pemiliknya adalah masyarakat Talaga Besar dan Talaga Kecil, minus Desa Wulu.
“Demikian halnya pada wilayah IUP PT. AHB dengan luas sekira 1.000 hektar, 99 persen pemiliknya orang Talaga. Dan itu belum ada ganti rugi lahan, baru kopensasi. Sementara kebun mereka sudah terdampak,” tegas La Andi.
Panjang lebar La Andi menegaskan, sebelumnya pihak PT. AHB diwakili oleh Kepala Tehnik Tambang (KTT), menyepakati atas dasar pemilik kebun seluruh masyarakat Talaga. Pihak KTT juga telah berkonsultasi dengan Dinas ESDM Provinsi Sultra.
Hasil konsultasi bahwa harus ada penambahan ring, yakni ring Talaga yang akan dimuat dalam RKAB PT. AHB tahun 2020. Sehingga total ada tiga ring dalam wilayah penambangan PT. AHB. Untuk proses pencarian dana, akan diserahkan kepada panitia PPM Kecamatan Talaga. Panitia yang akan menentukan berapa besaran dana tiap desa.
Juga disepakati laporan pertangungjawaban penggunaan dana PPM dilakukan awal Desember 2020. Kemudian PT. AHB meminta pada Kecamatan Talaga Raya untuk segera membuat regulasi tentang pembagian dana PPM tersebut.
Menindaklanjuti hal itu, Camat mengundang seluruh Kepala Desa serta ketua LPM dan ketua BPD se Kecamatan Talaga Raya, termasuk perwakilan LSM aliansi. Rapat bersama dilaksanakan pada Senin 14 Desember 2020 dan dihadiri seluruh Desa terkait, minus Desa Kokoe. Lahir kesepakatan bersama tentang regulasi pembagian dana PPM tahun 2020 untuk disampaikan pada pihak perusahaan.
“Kesepakatan disepakati semua secara totalitas. Amanah seluruh Kades akan mensosialisasikan kesepakatan di desa masing-masing. Desa Talaga Dua sudah melaksanakan itu,” bebernya.
Namun, diawal Januari 2021 kata La Andi, Ketua DPRD Buteng, Bobi Ertanto, tiba-tiba memanggil pihak perusahaan, PT. AHB dan PT. AMI ke DPRD Buteng untuk dilakukan hearing. Hearing itu dihadiri langsung oleh Dirut PT. AHB dan PT. AMI, Camat Talaga Raya dan Kades Kokoe.
Dari situlah kemudian melahirkan surat keputusan tentang pembagian dana PPM, dengan persentase 70 persen untuk Desa Kokoe dan 30 persen untuk semua Desa/Kelurahan yang ada di Talaga. Juga membatalkan kesepakatan yang disepakati bersama tanggal 4 Desember 2020.
“Kalau 30 persen dibagi 6 Desa tambah satu Kecamatan, sama halnya Desa yang ada di Kecamatan Talaga hanya mendapatkan 4 persen berbanding 70 persen Desa Kokoe,” kata La Andi.
“Jadi kami dari Aliansi Masyarakat Talaga Raya Bersatu, bertanya ada apa dengan ketua DPRD Buteng?, sementara ini kita sudah sepakati bersama. Harusnya pihak yang terkait pada rapat itu dipanggil semua,” kesalnya.
Terkait surat keputusan DPRD Buteng yang mengatur tentang pembagian dana PPM, pihaknya telah berkonsultasi dengan dinas ESDM Provinsi Sultra. Dalam konsultasi itu, ESDM Sultra menegaskan bahwa DPRD Buteng melampaui kewenangannya dengan mengeluarkan surat keputusan.
“Harusnya sebatas rekomendasi, tidak bisa mengeluarkan surat keputusan. Begitu juga pembagiannya harus proporsional, mengacu pada analogi tentang pembagian royalti,” bebernya.
Terkait adanya surat masuk dari Aliansi Masyarakat Talaga Raya Bersatu (AMTRB), Ketua Komisi III DPRD Buteng, Tasman membenarkan. AMTRB pada prinsipnya keberatan dengan keputusan Rapat Komisi III yang dipimpin langsung ketua DPRD Buteng bersama pihak perusahaan, Pemerintah Kecamatan dan Desa Kokoe.
“Sekitar 1minggu yang lalu saat kita masih cari waktu yang pas untuk kita undang mereka (AMTRB), ternyata mereka sudah bersurat di DPRD Propinsi. Maka hadirlah mereka di sana, tapi saya dengar kabar rapatnya ditunda,” kata Tasman via telepon, Minggu (11/04/2021).
Perihal rapat di DPRD Provinsi Sultra, Tasman mengaku tidak ikut dalam rapat karena tidak ada undangan resmi. Kabar soal rapat tersebut didengarnya melalui salah seorang kerabat yang merupakan mantan anggota DPRD Buteng.
“Saya hubungi pihak sekretariat dewan, tapi ternyata tidak ada undangan resmi. Kalau saja saya diundang secara resmi, pasti saya hadir,” tegas Tasman.
Ditanya apakah pihaknya masih akan menjadwalkan RDP guna membahas persoalan tersebut, Tasman menegaskan jika persoalan itu telah ditangani oleh DPRD Provinsi Sultra.
“Sudah ditangani sama DPRD Provinsi, jadi tidak etis kalau kita mau tangani lagi,” singkatnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Buteng, Bobi Ertanto yang dikonfirmasi via handphonenya, belum merespon. Demikian dengan pesan singkat yang dikirim via WhatsApp, belum mendapat tanggapan. (Adm)
Peliput : Gunardih Eshaya