SATULIS.COM, WAKATOBI – Upaya pemerintah Daerah kabupaten Wakatobi melalui Dinas Kesehatan setempat untuk menurunkan angka Stunting di kabupaten Wakatobi akhirnya menunjukkan hasil positif dengan turunnya angka Stunting di Wakatobi.
Bupati Wakatobi H Haliana saat membuka, Publikasi Data stunting tingkat kabupaten Wakatobi mengungkapkan bahwa angka Stunting di Wakatobi menunjukkan prevalensi sebesar 13,8 persen hasil tersebut menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2020 sebesar 22,5 persen. Penurunan tersebut berdasarkan hasil penimbangan dan pengukuran tinggi badan anak bawah lima tahun pada bulan Agustus tahun 2021.
“Publikasi angka stunting ini dapat digunakan untuk memperkuat komitmen Pemda dan masyarakat dalam gerakan pencegahan dan penurunan stunting,” ujarnya Kamis (2/12/2021).
Menurut H Haliana untuk menurunkan Stunting pemerintah menetapkan 8 aksi integrasi intervensi yaitu, aksi analisis situasi, penyusunan rencana kegiatan integrasi intervensi stunting, rembuk stunting, Peraturan Bupati (Perbup) tentang peran Desa dalam integrasi intervensi stunting, pembinaan kader pembangunan manusia, sistem manajemen data stunting, pengukuran dan publikasi stunting, serta aksi review kinerja tahunan stunting.
“Dari 8 aksi konvergensi stunting tersebut Pemda Wakatobi telah melaksanakan aksi 1- 6 konvergensi stunting,” ujarnya.
Lanjut, isu stunting merupakan satu dari lima isu nasional bidang kesehatan, pasalnya Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia sebesar 30,8 persen atau 1 dari 3 balita terkena stunting.
Sementara Provinsi Sultra prevalensi stunting sebesar 36,4 persen, dan Kabupaten Wakatobi berdasarkan hasil pemantauan status gizi tahun 2017 sebesar 26,3 persen. Meski angka itu masih dibawah angka nasional, bahkan berada pada posisi paling rendah se-Sultra.
“Namun demikian tidak boleh kita merasa puas, sebab angka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2016 sebesar 22,5 persen. Hal inilah menjadikan Kabupaten Wakatobi pada tahun 2019 menjadi lokasi khusus perhatian pemerintah pusat dalam pencegahan dan penurunan stunting,” terangnya.
Ditempat yang sama Kepala Dinas Kesehatan Muliaddin Anis menyampaikan, stunting adalah kondisi gagal tumbuh kembang anak balita, akibat kekurangan gizi kronis yang terjadi sejak bayi dalam kandungan, hingga masa setelah lahir. Akan tetapi nanti tampak stunting setelah bayi berusia 2 tahun.
Usia 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), lanjut Muliaddin Anis merupakan masa emas yang sangat penting mendapat perhatian baik dari aspek gizi maupun kesehatan.
“Dampak stunting adalah menurunnya kemampuan Kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh Sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi mengalami gangguan metabolik seperti kegemukan, diabetes, penyakit jantung, kanker dan stroke serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktifitas ekonomi,” paparnya. (Adm)
Penulis: Arjuno