Jumat, November 22, 2024

Dugaan Bagi-bagi Proyek di Kabupaten Buton, Nama Ketua DPRD Ikut Disebut

SATULIS.COM, BUTON Kehadiran LPSE atau lelang pengadaan barang dan jasa secara online rupanya tak menyurutkan niat sejumlah oknum pada instansi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buton untuk membagi jatah proyek ke pihak tertentu. Proyek berupa lelang atau pengadaan langsung (PL).

Informasi yang dihimpun Satulis.com, beberapa pihak yang ditengarai mendapat jatah proyek tersebut, mulai dari kerabat pejabat, hingga oknum anggota DPRD Buton.

Bukan sekedar tradisi, praktik ini dianggap hal yang lumrah dalam dunia kontraktor, khususnya di Kabupaten Buton. Bahkan telah menjadi rahasia umum dan tidak jarang di perbincangan pada warung kopi. Alhasil, istilah “menabrak paket” disematkan bagi kontraktor yang ikut memasukkan penawaran secara prosedur dan profesional pada paket yang di klaim telah memiliki tuan atau pemilik.

Tentunya dengan kesepakatan comitmen fee dengan besaran antara 10 sampai 15% dari nilai proyek. Komitmen fee kepada yang punya jatah proyek. Untuk jatah proyek anggota dewan, diklaim sebagai pokir (Pokok pikiran). Kesan yang tercipta, paket pokir menjadi hak anggota dewan.

Hal itu setidaknya dialami oleh Tomi Fahmi, salah satu peserta lelang pada pekerjaan Jalan Usaha Tani (JUT) Kelurahan Kombeli, Kecamatan Pasarwajo.

Dalam proyek itu, sebanyak 20 perusahaan ikut mendaftar. Namun hanya tiga perusahaan yang memasukkan penawaran. Masing-masing CV. Mandiri Construction dengan nilai penawaran Rp. 456.496.705, kemudian CV Muda Berjaya nilai penawaran Rp 461.320.314 dan CV. Aisyah Dwi Putri, nilai penawaran Rp. 482.384.002.

Setelah proyek dimenangkan oleh CV. Mandiri Construction, benturan di lapangan mulai tercipta. Salah satunya mengenai hibah tanah yang menjadi lokasi Proyek. Saat turun lapangan untuk melakukan MC-0 pemenang tender diarahkan agar terlebih dahulu bertemu dengan Ketua DPRD Buton.

Baca Juga :  Mustari Resmikan Padepokan dan Bagikan Beras Bantuan di Pantai Lahonduru Wasuemba

“Ada yang mengaku sebagai orangnya ketua DPRD Buton, namanya Farid. Kalau tidak salah, kemenakannya. Dia minta kita untuk mundur dari pekerjaan ini dengan alasan Pokir pak ketua, tapi saya dan teman-teman tidak mau,” beber Tomi Fahmi, Senin (15/08/2022).

“Begitu kita mau turun MC-0, ada warga yang menolak, disuruh izin dulu sama ketua DPRD Buton karena tanah yang menjadi lokasi milik keluarga ketua DPRD. Ini Khan aneh, persoalan lahan hibah itu urusan dinas, bukan urusan kami. Kami hanya sebatas ikut lelang. Ketika dinas sudah sajikan itu ke LPSE, artinya persoalan lahan sudah clear,” kesal Tomi Fahmi.

Sementara itu, ketua DPRD Buton, Hariasi Salad yang dikonfirmasi terkait persoalan itu, membatah tundingan tersebut.

“Memang sy ini bupati, mw bagi2 proyek. Adakah namaku di perusahaan, ikuti lelang itu,” jelas ketua DPRD Buton, Hariasi via WhatsApp, Selasa (16/08/2022).

“Klu begitu haxa pengakuan, semua proyek di buton miliknya bupati, klu haxa sebatas pengakuan nya,” tulis Hariasi.

Ditanya apakah proyek pembangunan Jalan Usaha Tani (JUT) Kombeli adalah pokirnya, Hariasi tidak merespon. Demikian halnya terkait hubungannya Farid yang diduga adalah kemenakannya, Hariasi tidak merespon.

Praktek ini mendapat kecaman dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Baubau. Mardin Kadir selaku ketua HMI Cabang Baubau, berjanji akan menggelar aksi unjuk rasa dan menyatakan sikap mosi tidak percaya terhadap DPRD Kabupaten Buton. Aksi itu dianggap penting agar masyarakat mengetahui kinerja wakil rakyatnya. Sehingga ke depan lebih selektif dalam memilih.

“Praktek ini juga sangat merugikan negara. Bayangkan saja bila fee proyek itu kembali ke kas daerah, uang yang terkumpul itu akan bisa digunakan lagi untuk pembangunan infrastruktur yang lain,” tegas Mardin Kadir.

Baca Juga :  Pemkab Buton Gelar KSO Perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kades

Dikatakan Mardin Kadir, hal itu sangat bertentangan dengan UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (terkenal dengan UU MD3), pasal 400 ayat 2 ditegaskan bahwa anggota dewan dilarang main proyek.

Pasal 400 ayat 2 itu, terkait larangan anggota DPRD melakukan pekerjaan yang ada hubungannya dengan wewenang dan tugas anggota DPRD.

“Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa bermain atau membagi-bagi jatah proyek bagi anggota dewan adalah tindakan merampok uang negara,” tegasnya. (Adm)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

IKLAN

Latest Articles