SATULIS.COM, BUTON – Sikap keras yang ditujukan Pemkot Baubau untuk mengambil alih sisa aset tanah dan bangunan Pemkab Buton yang berada di Kota Baubau, mendapat sorotan tajam dari ketua DPRD Buton, Hariasi SH.
Menurut Hariasi, persoalan aset antara Pemkab Buton dan Pemkot Baubau telah tuntas penyerahannya sejak masa kepemimpinan Bupati Samsu Umar Abdul Samiun. Dimana baik walikota Baubau, AS Tamrin bersama Bupati Buton saat itu, telah menandatangani perjanjian penyerahan aset untuk yang terakhir. Saat itu masing-masing ketua DPRD juga ikut bertandatangan.
“Artinya sengketa aset ini sudah selesai. Nanti kemudian di tahun 2017 baru kasus ini disoal kembali dengan alasan adanya KPK. Persolan aset ini pada prinsipnya persoalan antara Kabupaten dan Kota. Kalau kemudian kembali lagi di sodok-sodok ini ada motifasi apa,” kata Hariasi, Kamis (14/01/2021) via telepon.
Legislator Golkar ini menambahkan, penandatanganan penyerahan aset yang dimaksud Sekda Baubau, Roni Muhtar adalah bentuk keterpaksaan La Bakry sebagai Bupati Buton, yang kemudian secara formal merealisasikan. Tapi hal itu dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan.
“Didalam aturan yang ada, penyerahan aset diatas Rp 1 miliar harus melalui persetujuan DPR. Tapi jumlah aset yang disengketakan kali ini Triliunan, termasuk Lippo dan rumah sakit Siloam. Namun pelepasannya tidak pernah dimintai persetujuan dewan melalui rapat paripurna,” tegas Hariasi.
Terlebih persoalan Lippo. Menurut Hariasi ada dua yang dijadikan objek. Selain itu, ada kontrak perjanjian, dimana dalam hukum, perjanjian itu tidak bisa dibatalkan dengan siapapun.
Lebih lanjut dipaparkan Hariasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlalu jauh masuk dalam persoalan aset antara Pemkab Buton dan Kota Baubau. Padahal, hal sama juga terjadi antara Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, atau Kota Semarang dan Kabupaten Semarang.
“Buton dan Baubau ini dalam ketentuannya disebut daerah berhimpit. Sama dengan daerah yang saya sebutkan diatas tadi. Kenapa hanya Kabupaten Buton yang dipaksa untuk menyerahkan asetnya,” kesal Hariasi.
“Padahal sebelumnya sudah ada penyerahan aset secara total. Bukan hanya disepakati saja, namun juga sudah dituangkan dalam berita acara, bahwa seluruh aset Kabupaten Buton yang berada di Kota Baubau, sudah total diserahkan kepada Pemkot Baubau, diluar dengan aset yang dipersoalkan sekarang,” jelasnya.
Olehnya itu beber Hariasi, mengacu pada perjanjian sebelumnya, maka persoalan aset telah tuntas. Namun kemudian dilakukan perombakan kembali. Meski begitu, perjanjian yang baru dibuat dan menjadi acuan Pemkot Baubau, tidak sekuat perjanjian sebelumnya. Selain dibuat atas tekanan, perjanjian tersebut tidak melalui persetujuan DPRD.
“Nah, sekarang masyarakat Buton menuntut atas hal itu. Ini sudah salah karena terkesan buru-buru menyerahkan aset ini tanpa ada persetujuan dewan,” beber Hariasi.
“Terhadap kasus ini, salah satu tokoh masyarakat yakni Umar Samiun akan menggugat kasus ini. Jadi sekarang coba tanya KPK, apabila pemkab Buton tidak menyerahkan aset ini, apa konsekwensi hukumnya? Tidak ada, sebab ini merupakan aset negara yang kebetulan pemeliharaannya dilakukan oleh Pemkab Buton sesuai dengan ketentuan yang ada,” kata Hariasi.
Lebih lanjut ucap Hariasi, jika ini dikatakan keterlanjuran, penyerahan aset ini tidak serta Merta. Secara kelompok harus dipisahkan penyerahannya, yang mana lebih dulu diselesaikan. Bukan seperti cara yang dilakukan Pemkot Baubau saat. Hal itu dapat mengundang konflik antara dua pemerintahan.
Hariasi balik menantang. Jika Pemkot Baubau memerintahkan Pol-pp untuk mengambil aset itu, maka Pemkab Buton juga bisa memerintahkan Pol-pp untuk mengamankan aset.
“Bukan dengan cara seperti ini. Orang saja yang menang dalam putusan pengadilan penyerahan eksekusinya itu tidak serta Merta. Harus ada jedah, mana yang lebih dulu dieksekusi,” katanya.
“Cara yang dilakukan sekda Kota Baubau ini bukan cara ASN. Ini cara compeny yang tidak menghargai pemerintahan. Ini rumah jabatan Bupati yang disegel dan kemudian di duduki seperti itu. Ini sama saja menginjak harkat dan martabat masyarakat kabupaten Buton. Dan kita protes itu,” kesal Hariasi.
“Kita saja ini protes dia perlakukan seperti itu. Ada indikasi apa sebenarnya ini. Apakah dia ingin mengulang kembali konflik atara pemkab Buton dan Pemkot Baubau?,” tambah Hariasi
Hariasi memastikan, atas cara yang ditempuh oleh Pemkot Baubau, akan ada masyarakat maupun kelompok masyarakat Buton yang mengajukan uji perdata. Sebab cara yang dilakukan Pemkot sudah diluar batas kewajaran.
“Mereka duduki rujab Bupati kemudian di pilox bahwa rumah ini segera dikosongkan, ini penyitaan atau apa? Ini dua pemerintahan yang ada. Ini caranya Rony ini, cara gerombolan. Ini tidak sesuai dengan po5 yang terus digembor-gemborkan Pemkot Baubau. Dan ini ada indikasi politik,” tutupnya. (Adm)