SATULIS.COM, BAUBAU – Kasus dugaan penyalahgunaan dana bantuan hukum yang melekat pada Sekretariat Daerah (Setda) Kota Baubau masih terus bergulir. Kejaksaan Negeri (Kejari) Baubau, meminta pelapor untuk melengkapi data terlebih dahulu.
Hal itu diungkapkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Baubau, Jaya Putra SH, menjawab pertanyaan awak media saat menggelar ekspos capaian kinerja dalam rangka perayaan Hari Bhakti Adiyaksa ke-61, Kamis (22/07/2021).
Menurut Jaya Putra SH, pelapor perlu mengetahui berapa dana yang telah dibayarkan atau telah diterima oleh Dedi Ferianto selaku kuasa hukum Walikota Baubau dalam kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh AS Tamrin kepada Riski Afif Ishak (aktivis KNPI Baubau).
“Dari awal sebetulnya, tanyakan dulu disana (Sekretariat Daerah). Uang itu berapa? Itu khan untuk tiga item, sampai tingkat Kasasi. Saya suruh tanya disana dulu, baru nanti lapor kesini. Yang sudah dibayar ke pengacara berapa, sisanya berapa,” jelas Jaya Putra.
Dikatakan Jaya Putra, pihaknya juga sudah menyerahkan kasus tersebut kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). “Kasusnya sudah di APIP,” tutupnya.
APIP adalah instansi pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi pokok melakukan pengawasan. Dilansir dari situs resmi BPKP, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Alexander Marwata mengatakan, kinerja dan peran APIP selama ini betul-betul bergantung dari komitmen Kepala Daerah.
Karena sangat tergantung dengan Kepala Daerah itu, maka Alex Marwata memandang bahwa APIP tidak independen. Kurangnya independensi, yang sangat terkait dengan banyaknya kasus korupsi di pemda, menurut Marwata merupakan sisi kelemahan APIP.
Alex Marwata menambahkan, selama ini belum pernah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), termasuk auditor di inspektorat daerah, yang ikut dihukum karena kasus korupsi.
Padahal, sebagai auditor internal, APIP seharusnya tahu permasalahan yang ada di lingkungan kerjanya. Dan karena dia mengetahui adanya permasalahan, begitu ada kasus yang diduga pidana, seharusnya APIP melapor kepada aparat penegak hukum.
“Maka, ke depan, apabila terjadi kasus korupsi namun belum pernah ada laporan dari APIP mengenai hal tersebut, maka APIP pun dapat dituntut ancaman pidana, dengan tuntutan pasal pembiaran,” tegas Marwata.
Diketahui, kasus tersebut dilaporkan oleh Lembaga Pemuda Peduli Kepulauan Buton LPPK ke Kejari Baubau. LPPK mengendus indikasi penyalahgunaan APBD guna membiayai pendampingan hukum kepada AS Tamrin untuk melaporkan dugaan pencemaran nama baik oleh aktivis Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Baubau, Riski Afif Ishak.
AS Tamrin mendapatkan bantuan hukum dari salah seorang pengacara Dedi Ferianto berdasarkan surat kuasa nomor: SK.001/DF.Pid/IX/2019 tertanggal 2 September 2019. Lalu, Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau menindaklanjuti surat kuasa itu dengan menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) nomor: 6/HKM/IX/2019, juga pada tanggal 2 September 2019.
Dalam SPK itu, Setda Baubau menyiapkan uang pembayaran untuk pengacara sebesar Rp 150 juta. Dana itu juta dipergunakan sampai pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Kasus itu sendiri berakhir hanya sampai pada putusan praperadilan.
Hakim PN Baubau dalam putusan nomor: 4/Pid.Pra/2020/PN Baubau, tertanggal 28 Desember 2020 menyatakan laporan AS Tamrin terhadap Riski Afif sudah daluarsa dan memerintahkan penyidik menghentikannya. (Adm)
Editor : Gunardih Eshaya