SATULIS.COM, BUTON SELATAN– Kontraktor PT. Tunas Harapan Lakina Wolio lamban dalam menuntaskan pekerjaan selasar Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Buton Selatan (Busel) Sulawesi Tenggara (Sultra). Akibatnya, proyek tersebut kena adendum. Parahnya, keterlambatan itu dampaknya sangat menghambat pekerjaan lainnya.
Bakri Abdullah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek RSUD, menjelaskan bahwa pekerjaan selasar itu masuk dalam zona E. Ia mengakui bahwa kayu yang digunakan Kontraktor PT. Tunas Harapan Lakina Wolio tidak sesuai spek. Diduga kantraktor ingin mencari keutungan besar, karena berupaya menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhatikan kualitas. Akibatnya dibongkar, karena itu dapat merugikan daerah.
“Kayunya saya suruh bongkar karena tidak sesuai spek, padahal sudah terpasang sebagai rangka atap selasar. Kayunya harus kelas dua, itu mungkin kelas berapa yang digunakan, jelek sekali,” kata Bakri Abdullah saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (26/7/2021).
Selain itu, pekerjaan selasar tersebut telah selesai waktu kontrak pada 28 Juni 2021. Sehingga sekarang telah masuk masa adendum dengan nomor adendem 43/PPK/RSUD/ADD/VI/2021. Kendati demikian, saat sejumlah wartawan kelokasi proyek, terlihat tidak ada satupun pekerja di lapangan. Padahal mulai atap belum terpasang, hingga lantai tegel dan plestes.
“Sudah lewat masa kontraknya, sekarang sudah adendum selama 50 hari kerja sampai tanggal 18 Agustus. Proyek RSUD ini dari dana pinjaman sebesar Rp 40 miliar. Jadi itu tidak cukup lagi satu bulan masa andendum berakhir,” bebernya.
Bakri Abdullah juga selaku Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Busel itu mengaku proyek RSUD dibagi 5 zona yakni A, B, C, D, sampai zona E, sampai dengan total anggaran Rp 40 miliar dengan anggaran perzona sekira Rp 8 miliar lebih. Atas keterlambatan pekerjaan selesar, dampaknya menghambat instalasi jaringan gas medis dan radiologi.
“Karena terlambat pekerjaan selasar itu, instalasi jaringan gas medis tidak bisa dikerja karena pipanya lewat di selasar termasuk pengadaan radiologi,” tambahnya.
Jika masa adendum selesai, namun pekerjaan belum tuntas maka dipastikan kontraktor PT. Tunas Harapan Lakina Wolio terancam denda.
“Jadi kalau tidak selesai sampai masa adendum, kena denda 1 perseribu perhari dari pagu Rp 8 miliar lebih. Total dendanya perhari sekitar Rp 8 juta. Jadi kami harap kontraktor untuk bertanggungjawab dengan menambah jumlah pekerja bila perlu lembur agar selesai tepat waktu,” tegasnya.
Kantraktor PT. Tunas Harapan Lakina Wolio, Gideon Bungalangan, ST saat dikonfirmasi melalui telpon selulernya, Selasa (27/07/2021) mengaku akan tetap berupaya menyelesaikan pekerjaan. “Kita usahakan selesaikan tepat waktu. Yang jelas waktu pekerjaan masih ada sampai Agustus,” jawab Dion panggilan karib Gideon Bungalangan.
Anehnya, saat ditanya terkait keterlambatan pekerjaan dan tidak adanya tukang yang kerja di lapangan, malah tersinggung dan meradang. Bahkan sampai mengeluarkan ucapan dengan nada keras. Padahal sebagai pers hanya menjalankan fungsi kontrolnya dan dapat bekerja profesional untuk mendapatkan konfirmasi.
“Jangan atur-atur saya tentang waktu pekerjaan, saya bertanggungjawab. Semua wartawan di Baubau kenal dan tidak ada yang seperti ini. Bahkan saya juga dekat dengan Kapolres, Kejaksaan, dan Dandim,” ketus Dion dengan nada keras. (adm)
Editor : Basyarun