SATULIS.COM, BAUBAU – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) mencium aroma korupsi pada pengadaan tanah Pemkot Baubau, khususnya pada tahun anggaran 2020 dan 2021.
Guna mendalami kasus itu, aparat dari Polda Sultra turun langsung mengambil keterangan secara dor to dor.
Informasi yang dihimpun Satulis.com, Subdit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ditreskrimsus Polda Sultra telah melakukan klarifikasi dan permintaan keterangan kepada sejumlah pihak yang dianggap terlibat maupun mengetahui proses pengadaan tanah dimaksud.
Pihak-pihak itu diantaranya, para pemilik lahan dan sejumlah pejabat terkait. Pengakuan jika Polda Sultra tengah mengusut pengadaan tanah kota Baubau diungkapkan langsung oleh Walikota Baubau, La Ode Ahmad Monianse.
Bahkan secara tegas Moniase mengakui jika dirinya juga telah dimintai keterangan terkait persoalan itu.
“Sudah ditangani oleh Polda, dan Polres Baubau lagi melakukan penyelidikan. Saya sendiri sudah pernah didatangi untuk dimintai sedikit penjelasan,” kata dihadapan para demonstran di Kantor Wali Kota Baubau, Senin 13 Juni 2022 lalu.
Pengadaan tanah yang tengah diusut diantaranya untuk keperluan pembangunan jembatan Buton-Muna, perluasan Bandar Udara Betoambari dan pengadaan tanah di Labalawa.
Selain menyoal adanya dugaan selisih anggaran yang diterima oleh pemilik lahan dengan kwitansi pembelian, juga terkait perencanaannya. Dimana dalam perencanaan, tidak menyebut secara detail lokasi tanah yang akan di bebaskan, demikian dengan harga tanahnya.
Sementara itu, Humas Polda Sultra, Kompol Tiswan yang dikonfirmasi terkait kasus itu, belum bisa memberikan komentar banyak. Alasannya, pihaknya belum mendapat informasi dari Ditkrimsus.
“Kami cek dulu di krimsus,” tulisnya via WhatsApp.
Diketahui, Panitian Pengadaan Tanah diangkat atau ditunjuk oleh pemerintah setempat berdasarkan lokasi, dimana diinginkan adanya pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Jadi bisa Bupati, Walikota, Gubenur dan Menteri Dalam Negeri. Hal tersebut jelas ditegaskan dalam Pasal 6 Perpres Nomor 65 Tahun 2006.
Sedangkan susunan keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah, terdiri atas unsur perangkat daerah terkait dengan unsur Badan Pertanahan Nasional.
Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan susunan sebagai berikut :
1. Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap anggota;
2. Pejabat dari unsur perangkat daerah setingkat eselon II sebagai Wakil ketua merangkap anggota;
3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap anggota; dan
4. Kepala dinas/kantor/badan yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota.
Berkaitan dengan itu, Polda Sultra juga kiranya perlu memanggil dan meminta keterangan dari para tim 9 yang terlibat.
Juga terkait tugas dan tupoksi tim 9 pengadaan tanah. Dalam Pasal 7 Perpres Nomor 65 Tahun 2006 menegaskan bahwa Panitia Pengadaan Tanah bertugas:
1. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan.
2. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya.
3. Menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan.
4. Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/ atau Pemegang Hak Atas Tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik melalui tatap muka, media cetak, maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/ atau Pemegang Hak Atas Tanah.
5. Mengadakan musyawarah dengan para Pemegang Hak Atas Tanah dan instansi pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/ atau besarnya ganti rugi.
6. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para Pemegang Hak Atas Tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada di atas tanah.
7. Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
8. Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang berkompeten.
Menarik disimak dan tentunya publik menunggu hasil perkembangan pengungkapan kasus ini. Terlebih, kasus pengadaan tanah Kota Baubau bukan kali pertama tersangkut hukum. Sebelumnya di era kepemimpinan Walikota Baubau, Amirul Tamim, kasus serupa juga terjadi dan menjerat sejumlah pejabat teras Kota Baubau hingga didakwa bersalah oleh majelis hakim. Saat itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Baubau yang menangani perkaranya. (Adm)
Peliput : Gunardih Eshaya