SATULIS.COM, BUTON SELATAN – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Unit I Subdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), terus berupaya mengungkap dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Buton Selatan (Busel).
Sedikitnya 17 saksi telah dipanggil guna dimintai keterangannya. Masing-masing 4 orang Pokja, 3 orang pengawas, 3 orang konsultan perencana, 1 orang pejabat pembuat komitmen (PPK), 5 orang kontraktor, serta Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Terkini, Polda Sultra telah menurunkan ahli konstruksi guna melakukan pemeriksaan fisik bangunan, mulai dari zona A hingga zona E. Tujuannya jelas, untuk mengetahui kerugian negara. Selain pembangunan fisiknya yang dilirik oleh Polda Sultra, Kejaksaan Negeri (Kejari) Buton juga melirik pengadaan tanahnya. Sejumlah pihak telah dipanggil dan dimintai keterangannya oleh Kejari Buton.
Sebelum dua lembaga ini masuk melakukan penyidikan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan sultra telah lebih dulu mengeluarkan temuan atas proyek pembangunan RSUD Busel. Bahkan proyek itu diduga telah bermasalah sejak awal, mulai dari proses persiapan sampai pelaksanaan pembangunan ditemukan permasalahan.
Berikut sekelumit masalah yang menjadi temuan BPK RI Perwakilan Sultra pada proyek pembangunan RSUD Busel :
- Penunjukkan PPK Belum Mempertimbangkan Beban Kerja serta Penyusunan HPS Belum Sepenuhnya Mempertimbangkan Harga Wajar.
2. Proses Persiapan Pembangunan RSUD Kabupaten Buton Selatan Tidak Sesuai Ketentuan. Diantaranya, HPS Pekerjaan Pembangunan RSUD Kabupaten Buton Selatan Tahun Anggaran 2021 tidak dihitung secara keahlian dan tidak menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian, Harga Satuan Pekerjaan Pasang Kloset Duduk (Lengkap) pada HPS paket pekerjaan RSUD Zona C tidak berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Terdapat Pelaksanaan Pekerjaan yang Terlambat Belum Dikenakan Sanksi. Diantaranya, Enam Paket Pekerjaan Pembangunan RSUD Belum Dikenakan Denda Keterlambatan Sekurang-kurangnya Senilai Rp 772.466.865,33. Mulai dari Zona A sampai Zona E, termaksud Gas Medis. Kemudian, terdapat pekerjaan yang tidak selesai dikerjakan dan belum dilakukan pemutusan kontrak.
4. Pelaksanaan sembilan kontrak Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Buton Selatan berindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp 4.142.961.000,43. Beberapa Pekerjaan yang disepakati dalam Kontrak tidak dilaksanakan oleh Penyedia, diantaranya, Pekerjaan Keselamatan Kerja dan Kesehatan (K3) senilai Rp 207.500.427,27. Kemudian pengujian Job Mix Formula tidak dilakukan atas Mutu Beton yang telah direncanakan, serta kelebihan pembayaran pada sembilan paket pekerjaan Pembangunan RSUD Kabupaten Buton Selatan Sebesar Rp 3.935.460.572,16
5. Pelaksanaan Jasa Konsultan Pengawas pada Pembangunan RSUD Kabupaten Buton Selatan Tidak Sesuai Ketentuan Senilai Rp 486.600.000,00
Atas sejumlah temuan tersebut, para pihak telah melakukan pengembalian kerugian negara. Namun Polda Sultra menegaskan jika pengembalian kerugian negara tidak lantas membuat penyidikan kasus tersebut berhenti.
“Semua kerugian sudah pengembalian sesuai temuan BPK Rp 4,1 miliar. Termasuk temuan terbesar di zona E itu Rp 2 miliar lebih sudah dikembalikan oleh pihak kontraktor. Tapi itu tidak dapat menghentikan perkara yang sudah berjalan. Makanya kami turunkan ahli kontruksi guna memeriksa kualitas bangunan, apakah ada kerugian lain atau tidak dari sisi kontruksi,” papar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sultra Kombes Pol Ferry Walintukan.
Perlu diketahui, pada tahun anggaran 2021, RSUD Kabupaten Buton Selatan menganggarkan belanja modal senilai Rp 79.829.876.628,00. Sumber anggarannya dari dana pinjaman daerah. (Adm)