SATULIS.COM, WAKATOBI – Sejak penyerahan aset dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buton ke Pemkab Wakatobi pada 2007 silam, Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) terus mengalami kerugian setiap tahunnya. Di tahun 2018 lalu, PDAM Wakatobi merugi sebanyak Rp 2 Milyar.
“Selama kurang lebih 13 tahun ini, perusahaan daerah Wakatobi menurut hasil audit BPKP dan BPK ini kan kita kurang sehat. Sakit, kurang sehat begitu terus setiap tahun. Sampai dengan tahun 2018 kemarin masih sakit,” ungkap Dirut PDAM Wakatobi, Subardin Bau, Selasa (8/7) kemarin ditemui di ruang kerjanya di Wangi-wangi.
Indikator penilaiannya yang dilakukan BPKP lanjut dia, terdiri dari beberapa faktor diantaranya dari aspek keuangan, pelayanan, operasional termasuk dari aspek sumber daya manusia (SDM) nya.
“Empat komponen ini yang menurut penilaian mereka,” tuturnya.
Dikatakan dia, hal tersebut terjadi tidak hanya di Wakatobi, namun juga dialami semua perusahaan daerah yang ada di Sulawesi Tenggara.
“Sakit semua bahkan sudah sakaratul maut. Hanya satu tidak sakit yaitu Kolaka Utara karena disana mereka menggunakan grafitasi, jadi beban operasionalnya tidak terlalu besar” jelasnya.
Komponen lain penyebab kerugian PDAM bersumber dari beban belanja pegawai, pemakaian bahan pembantu, beban pemakaian minyak, beban listrik, beban penyusutan aset tetap dan aset lain-lain, beban penyelenggaraan, beban pengisian piutang, pemakaian ATK dan bahan cetakan, beban operasional dan lainnya.
Sehingga kata Subardin, salah satu solusi mencegah terjadinya kerugian ini adalah penyesuaian tarif pelanggan. Pasalnya, selama 13 tahun terakhir belum pernah ada penyesuain tarif, sementara inflasi terjadi tiap tahun, tingkat kebutuhan barang naik, tarif listrik naik.
“Kalau pemerintah daerah maunya kita sehat tarifnya harus kita sesuaikan, masa 13 tahun perusahaan daerah kita masih begini-begini terus,” paparnya.
Diakuinya, tarif yang ditetapkan kepada pelanggan saat ini masih tergolong rendah. Terbagi empat kelompok, pertama kelompok rendah sebesar Rp 1.500 per kubik, sekolompok sedang atau masyarakat berpenghasilan dibawah sekali Rp 2.500, kelompok umum untuk rumah tangga Rp 3.500, serta tarif khusus seperti pabrik Rp 13 .000 per kubik.
“Kalau dirata-ratakan pembayaran per pelanggan per bulan sekitar Rp 25.000 sampai Rp 28.000 sementara paling baik itu diangka Rp 50.000 atau Rp 55.000 per bulan per pelanggan,” terangnya.
Saat ini pelanggan PDAM yang terdaftar secara keseluruhan sebanyak 7.000 pelanggan sementara yang selalu aktif membayar setiap bulan hanya sekitar 60-70 persen. Sementara menurut Subardin, kalau tarif bisa disesuaikan, PDAM Wakatobi harusnya sudah bisa mandiri. Tidak perlu menunggu penyertaan modal dari pemerintah.
“Masyarakat kita ini kan kadang membayarnya setelah dua bulan atau kadang setelah mau diputuskan juga baru mau membayar, ada juga tidak pernah membayar sama sekali. Jadi solusinya agar keuangan tetap stabil harus ada penyesuaian tarif,” tuntasnya. (Adm)
Peliput : Nuriaman