Jumat, Desember 27, 2024

Jadi Tersangka Korupsi, Mantan Pj Bupati Buteng Tidak Ditahan

SATULIS.COM, BAUBAU – Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resort (Polres) Baubau, resmi menetapkan mantan Pj Bupati Buton Tengah (Buteng) Mansur Amila sebagai tersangka kasus korupsi pada Rabu (03/07) lalu.

Kasus yang menjerat Mansur Amila terkait penyalahgunaan wewenang dan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Buteng tahun 2015.
Meski begitu, polisi tidak melakukan penahanan terhadap Mansur Amila. Mantan Kadis PU Kabupaten Buton itu masih bebas berkeliaran.

Kasat Reskrim Polres Baubau AKP Ronald Arron Maramis SIK mengatakan, pihaknya resmi meningkatkan status MA dari saksi menjadi tersangka karena telah melalui tahap pemeriksaan dan pengumpulan alat bukti. Tidak hanya Mansur Amila yang menjadi tersangka, kasus ini juga menyeret Yunus Arfan sebagai pelaksana kegiatan.

“Berdasarkan hasil gelar perkara yang dilaksanakan di Polda Sultra pada tanggal 3 Juli tahun 2019 lalu, sesuai dengan alat bukti keterangan saksi 67 kepala desa ditambah 67 bendahara desa, pihak swasta serta pejabat Pemkab Buteng yang mengetahui peristiwa tersebut, termasuk saksi ahli dari BPKP, serta adanya Barang bukti yang dikumpulkan penyidik, kita resmi tingkatkan statusnya menjadi tersangka,” kata Ronald.

Dalam pelaksanaanya kata dia, Pemkab Buteng mengalokasikan ADD dari APBD Pemkab Buteng senilai Rp 82 juta per desa dalam satu tahun. Anggarannya dicairkan dalam dua tahap, yakni tahap pertama Rp 32 juta dan tahap kedua Rp 50 juta.

Pada pencairan tahap pertama Mansur Amila mengusulkan kegiatan Bimtek dan pengadaan software dengan melaksanakan rapat bersama Yunus Arfan selaku pihak swasta yang melaksanaan kegiatan Bimtek dan pengadaan software tersebut. Dari hasil rapat tersebut, biaya untuk kepentingan pelaporan pelaksanaan bimtek dan pengadaan software Rp 16 juta per desa.

Baca Juga :  Putusan MA: Eks Koruptor Boleh "Nyaleg"

“Hal itu tidak sesuai dengan rencana kegiatan desa dalam Musrenbang, kegiatan tersebut tidak pernah dibahas dan diusulkan dalam rapat desa,” terang Ronald.

Ronald membeberkan, hasil akhir kegiatan sama sekali tidak bermanfaat. Pasalnya sistem pelaporan yang diganti dengan pengadaan software itu tidak dapat difungsikan. Sementara dalam kegiatan tersebut sudah menelan biaya mencapai Rp 1 miliar 72 juta.

“Secara keseluruhan 67 desa. Dan dari hasil audit BPKP Sultra terdapat kerugian Negara senilai Rp 786 juta,” bebernya.

Akibat perbuatannya, MA dan YA disangka dengan Pasal 2 dan pasal 3 UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor Junto Pasal 55 ayat 1 (1) KUHP dengan pidana penjara Minimal 4 tahun dan Maksimal 20 tahun dan denda minimal Rp 200 juta, maksimal Rp 1 miliar. (Adm)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

IKLAN

Latest Articles