SATULIS.COM, WAKATOBI – Dianggap konsisten dalam memperjuangkan budaya dan gigih mendorong percepatan pemekaran Provinsi Kepulauan Buton (Kepton), warga pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, memberi gelar kehormatan kepada Umar Samiun sebagai La Ode Barani Mina Yi Tomia.
Selain gelar La Ode Barani Mina Yi Tomia, Samsu Umar Abdul Samiun juga di beri sebuah Hansu (tongkat) bernama ‘Kadhola Sampaga’. Diberikan atas keinginan dan persetujuan masyarakat Kecamatan Tomia dan Tomia Timur. Dimana ada tiga Kadhie, yaitu Kadhie Timu, Kadhie Tongano dan Kadhie Waha.
Ketiga Kadhie itu menyatakan sikap secara tertulis dan bertanda tangan dengan memberikan gelar kehormatan adat kepada tokoh adat budaya Buton karena dianggap tokoh tersebut adalah bagian dari diri dan keluarga.
“Beliau (Umar Samiun) adalah kami, kami adalah beliau. Karena tokoh ini mempunyai kekuatan yang hebat dan punya ide yang sangat bermanfaat sebagaimana makna besi didalam tongkat ini,” jelas pembawa acara dalam sinopsisnya.
Pemberian gelar serta Hansu dilakukan melalui ritual adat yang terbilang sangat sakral. Umar Samiun mengaku terkesima dan gugup. Terlebih, ini merupakan kali pertama dirinya diberi gelar kehormatan. Menjadi kian spesial karena gelar tersebut disematkan setelah dirinya tidak lagi tercatat sebagai seorang pejabat.
“Biasa pejabat ketika tidak lagi menjabat, sudah tidak diperhatikan lagi. Saya mengucapkan banyak terimakasih. Semoga Allah SWT dapat terus membimbing dan memberikan kesadaran kepada saya agar selalu dapat menjaga kehormatan yang diberikan kepada saya, sehingga tidak menjadi aib bagi warga Tomia,” harap Umar Samiun.
Sebelum ritual adat dilaksanakan, Umar Samiun dan rombongan disambut dengan tari-tarian yang di iringi gendang. Setibanya di lokasi kegiatan, Umar Samiun bersama keluarga dan didampingi Dirut PDAM Buton, Sabaruddin dipersilakan duduk.
Talang berisi berbagai macam makanan serta sebuah batok kelapa yang diletakkan diatas piring dengan dikelilingi jagung, telah disiapkan sebagai salah satu persyaratan pelaksanaan ritual adat.
Dimulai dengan bersalawat untuk nabi Muhammad SAW sebanyak 40 kali dengan tujuan agar hajat dunia dan hajat akhirat di kabulkan Allah SWT.
Kemudian dilanjutkan dengan bhatara adat budaya lima tendea yang bermaksud bermohon kepada Allah agar semua yang hadir dan negeri dilindungi, jauh dari mata bahaya, jauh dari gangguan setan, jauh dari penyakit.
Selain cara berdoa dengan lisan, juga disiapkan cara berdoa dengan simbol. Addu’a bil Rumuz yang artinya berdoa dengan simbol. Digambarkan dengan Satu buah kelapa sebagai simbol majelis dalam pengawasan Allah SWT yang mengatur segala urusan, semoga diberkahi dan dikabulkan segala permohonan.
Berikutnya dua butir telur sebagai simbol, lahir di dunia sampai dengan berada di majelis ini, karena disebabkan oleh kedua orang tua kita, semoga tetap beramal Sholeh, setidaknya tetap mendoakan kedua orang tua.
Kemudian tiga buah pisang sebagai simbol tiga suara manusia sejak lahir (A,I,U) baru menangis, tiga tiang Ka’bah/Baitullah (Hanan, Mayan dan Dayan), disebut Ka’bah dari Hajar Aswad yang tidak lain simbol dari ibu. Semoga kita dapat menunaikan ibadah haji dan umrah.
Lalu empat buah cucur sebagai simbol empat kitab suci yang diturunkan oleh Allah (Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur’an). Al-Qur’an kitab suci Islam yang harus di pedomani. Empat sudulur manusia (darah, ari-ari, tali pusat dan kekawah). Empat ilmu tasawuf (Syareat, tarikat, hakekat, ma’rifat), semoga kita tetap bersemangat dalam menuntut ilmu bermanfaat.
Lima lembar daun sirih, 5 belah gambir, 5 belah pinang, 5 cuit kapur sirih, 5 genggam tembakau iris, 5 batang rokok sebagai simbol sholat wajib lima waktu sehari semalam, semoga kita Istiqomah menjalankan sholat lima waktu.
Enam genggam tanah sebagai simbol bumi dan langit diciptakan Allah 6 masa tertentu, manusia dianjurkan untuk menjaga kelestarian alam.
Serta tujuh buah jagung, simbol permohonan tak terhingga kepada Allah. Jagung berbiji banyak simbol rahmat Allah begitu melimpah.
Acara dilanjutkan dengan Bhatata dipimpin oleh Nyonya Wa Liba. Selanjutnya tartil Qur’an Surah Ar Rahman sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan. Tartil Qur’an dipimpin oleh H Muh Djunaidi, S.Sos.
Kemudian dilanjutkan dengan Bhatata Hitu Tendea atau 7 poin utama sebagai simbol permohonan tak terhingga kepada Allah SWT. Bhatata ini dipimpin oleh La Ode Abdul Aziz, lalu dilanjutkan pembacaan doa.
Setelah itu, tongkat ‘Kadhola Sampaga’ sebagai tongkat kebesaran kehormatan budaya diserahkan oleh H Muhammad Syafi Prasyad (meantu’u kadhie tongano) kepada Umar Samiun selaku La Ode Barani Mina Yi Tomia. (Adm)