SATULIS.COM, JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah menunda pelaksanaan sekolah tatap mukapada tahun ajaran baru 2021/2022 yang rencananya digelar Juli 2021. Melonjaknya angka penularan COVID-19 menjadi pertimbangan utama permintaan tersebut.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengungkapkan anak-anak yang terinfeksi COVID-19 juga sangat tinggi, mencapai 12,5%. Ketiadaan ruang ICU bagi pasien COVID-19 usia anak mengakibatkan banyak anak meninggal akibat penyakit tersebut.
“Sehingga angka kematian anak akibat COVID-19 di Indonesia sudah tertinggi di dunia,” ujar Retno dalam keterangannya, Senin (21/6/2021). Belum lagi tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit di sejumlah daerah berada pada angka kritis.
Berdasarkan kondisi tersebut, Retno menyatakan KPAI mendorong pemerintah pusat maupun pemerintah daerah segera menghentikan ujicoba sekolah tatap muka di sejumlah daerah yang positivity rate atau persentase jumlah kasus positif COVID-19 dengan membandingkan jumlah tes dengan orang yang positif di atas 5%.
“KPAI juga mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah menunda pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai pada 12 Juli 2021, mengingat kasus sangat tinggi. Kondisi ini sangat tidak aman untuk buka sekolah tatap muka,” ujarnya.
Sementara untuk daerah-daerah dengan positivity rate di bawah 5 persen, KPAI meminta sekolah tatap muka bisa digelar dengan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
“Di wilayah-wilayah kepulauan kecil yang sulit sinyal justru kami sarankan dibuka dengan ketentuan yang sama sebagaimana disebutkan Presiden Jokowi, sekolah tatap muka hanya 2 jam, siswa yang hadir hanya 25% dan hanya 1-2 kali seminggu”, kata Retno.
Pemerintah menurut Retno harus memberi prioritas utama pada hak hidup anak sesuai Konvensi Hak Anak. Retno mengatakan anak yang masih sehat dan hidup maka ketertinggalan materi pelajaran masih bisa dikejar.
“Kalau anaknya sudah dipinterin terus sakit dan meninggal, kan sia-sia. Apalagi angka anak Indonesia yg meninggal karena COVID-19, menurut data IDAI angkanya sudah tertinggi di dunia,” ujarnya. (Adm)
Editor : Gunardih Eshaya