SATULIS.COM, BAUBAU – Barisan Orator Masyarakat Kepulauan Buton (BOM Kepton) mengendus adanya dugaan praktik pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oleh oknum pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (DPRKP) Kota Baubau.
Sekjen BOM Kepton, La Ode Tazrufin mengungkapkan, DPKP Kota Baubau melakukan penarikan retribusi/iuran rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) untuk tiga Rusunawa yang ada di Kota Baubau. Masing-masing Rusunawa MBR Wameo, Rusunawa Kotamara, dan Rusunawa Asrama Mahasiswa Lipu.
Menurut La Ode Tazrufin, dasar penarikan iuran Rusunawa mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Baubau nomor 30 Tahun 2012. Dimana pada Bab VI pasal 9, mengatur soal struktur dan besarnya tarif retribusi.
“Jadi Perda nomor 30 tahun 2012 itu mengatur besaran tarif, dimana sewa tinggal perbulannya untuk setiap tingkatan lantai berbeda. Lantai satu Rp. 200 ribu/bulan, lantai dua Rp. 175 ribu, lantai tiga Rp. 150 ribu, lantai empat Rp 125 ribu. Sedangkan ruang pertemuan Rp 100 ribu/kegiatan/hari,” jelas La Ode Tazrufin.
Meski begitu kata La Ode Tazrufin, Perda tersebut hanya mengatur soal tarif untuk Rusunawa MBR Wameo dan Rusunawa Asrama Mahasiswa Lipu. Sementara Rusunawa Kotamara, belum dimasukkan dan diatur dalam Perda. Hal itulah kemudian yang disoal, dasar penarikan iuran Rusunawa Kotamara.
Terlebih, penarikan iuran yang dilakukan dinas DPKP Kota Baubau pada Rusunawa Kotamara, tidak mengacu pada nilai yang telah ditentukan dalam Perda nomor 30 tahun 2012. Dimana untuk lantai satu, Rp. 250 ribu, lantai dua Rp. 225 ribu, lantai tiga Rp. 200 ribu dan lantai empat Rp. 175 ribu.
“Kalaupun pungutan Rusunawa Kotamara pijakannya perda nomor 30 tahun 2012, kenapa tarifnya dinaikkan lebih mahal Rp 50 ribu setiap lantainya. Inilah yang kami laporkan sebagai dugaan pungli, dan ini sudah terjadi selama beberapa tahun, sejak Rusunawa Kotamara dioperasikan,” beber La Ode Tazrufin.
Selain itu kata La Ode Tazrufin, masyarakat yang ingin tinggal di Rusunawa, dibebankan biaya jaminan sebesar ongkos sewa tiga bulan. Biaya jaminan itu harus disetor diawal masuk.
“Jadi kalau yang tinggal dilantai 1, besaran biaya jaminan yang harus disetor Rp 750 ribu, karena sewa perbulan untuk lantai satu Rp. 250 ribu. Ini hasil investigasi yang kami lakukan, dan kami punya bukti untuk itu,” jelasnya.
Pada sisi lain bebernya, pengelolaan retribusi pemakaian kekayaan daerah Rusunawa Kota Baubau tidak tertib. Dia mencontohkan, pengelola Rusunawa belum ditetapkan dalam Struktur Organisasi DPRKP. Begitu juga dengan mekanisme penerimaan retribusi Rusunawa belum ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
“Belum lagi pendapatan retribusi Rusunawa digunakan langsung, padahal harusnya disetor dulu ke kas daerah. Begitu juga rekening penerimaan Rusunawa, tidak ditetapkan dengan Surat Keputusan Walikota tentang Penunjukkan Rekening Kas Umum,” kata La Ode Tazrufin.
Atas hal itulah pihaknya mendesak Kejari Baubau untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait. Terlebih lagi, kasus ini telah dilaporkannya secara resmi pada 4 Mei 2021 lalu. Namun sampai hari ini Tazrufin mengaku belum juga mendapat pemberitahuan resmi dari Kejari Baubau terkait penanganan kasus yang dilaporkan.
Kepala Seksi Intelejen (Kasi Intel) Kejari Baubau, Buyung yang dikonfirmasi via WhatsApp terkait laporan BOM Kepton, belum menanggapi.
Sementara itu, Kadis Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (DPRKP) Kota Baubau, Yuli Widiarti yang dikonfirmasi terkait pungutan tidak membantah. Hanya saja, Yuli menolak jika pungutan yang dilakukan disebut Pungli.
“Hehe…. pungli bgm. iurannya itu tiap minggu di masukan fi kas daerah. Bisa tanya langsung di Rusun,” tulis Yuli via WhatsApp.
Demikian halnya saat ditanya soal pungutan untuk Rusunawa Kotamara yang lebih tinggi Rp 50 ribu dari Perda yang telah ditetapkan.
“Nanti diliat tp yg jelas danany semua masuk kas daerah tidak ada pungli,” jawab Yuli. (Adm)
Peliput : Gunardih Eshaya
Editor : Basyarun