SATULIS.COM, BUTON – Skandal dugaan suap bagi bagi jatah proyek di Kabupaten Buton tahun 2024 yang menyeret nama Pj Bupati Buton saat itu, La Haruna, terus berpolemik di publik. Yongki selaku “bendahara” pengumpul fee proyek menegaskan bahwa beberapa dari kontraktor yang diambil dananya, mendapatkan jatah proyek di Kabupaten Buton.
Yongki membeberkan semua yang ia ketahui karena merasa tersudutkan atas perkara pungutan uang proyek. Seolah-olah, seluruh uang proyek yang masuk di rekening pribadinya atas inisiatif dirinya bersama sang kakak, Langkaaba.
Ia bersama sang kakak pun telah dilaporkan ke Polsek Pasarwajo atas tudingan penipuan dan penggelapan uang proyek yang sudah terkumpul hingga milyaran rupiah dari kurang lebih 20 kontraktor.
Tak terima, Yongki akhirnya buka-bukaan. Semua bukti yang ia miliki telah diserahkan ke aparat kepolisian. Baik bukti transfer untuk keperluan tambang di Seram Bagian Barat (SBB) maupun yang mengalir ke rekening NA, istri La Haruna yang saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Kota Baubau dari partai Hanura.
“Saya tidak mau bicara perumpamaan, tapi yang saya sampaikan adalah fakta, ada bukti transaksi ke rekening pribadi atas nama NA dari uang yang terkumpul di saya dan itu atas arahan Pak Bupati,” ungkapnya.
Ditanya apakah dari sejumlah kontraktor yang dipungut fee pembayaran di depan, ada yang mendapat jatah proyek yang dijanjikan, Yongki membenarkan. “Ada juga yang dapat, tapi sekitar 90 persen tidak dapat,” ucap Yongki.
Kepada wartawan media ini, Yongki mengaku sebelumnya tidak mengenal NA. Pertemuan dirinya dengan NA pertama kali terjadi akhir Januari 2025 silam. Saat itu, ia tiba-tiba dihubungi oleh NA yang mengajak bertemu.
Tujuan pertemuan itu, lanjut Yongki adalah untuk mengetahui berapa jumlah uang yang terkumpul di rekening Yongki. Lagi-lagi, kehadiran NA di kediaman Yongki kala itu atas perintah dari La Haruna.
“Dia (NA) yang kerumah ku disuruh Pak PJ (La Haruna). Disuruh mencatat itu semua uang-uang yang masuk yang disuruh Pak PJ karena dia (La Haruna) sudah pusing mi,” kata Yongki, Senin (5/5/2025).
Yongki menanggapi santai bantahan klarifikasi yang dilakukan oleh NA. Yang mana, NA dalam video yang beredar mengaku tidak terlibat sama sekali dengan persoalan pengumpulan uang proyek itu.
NA juga mengaku kehadirannya di Polsek Pasarwajo saat mediasi antara Yongki – Langkaaba dan para pelapor (kontraktor) adalah sebagai mediator. Ia bersedia menjadi mediator karena menganggap Yongki dan Langkaaba masih memiliki hubungan keluarga dengan sang suami.
Sebagai mediator, NA mengaku akan mencoba akan memfasilitasi pengembalian dana yang dikumpul oleh Yongki dan Langkaaba dan sebagian telah diinvestasikan ke tambang di SBB.
Dengan perjanjian, jika NA mengembalikan uang pelapor, maka secara otomatis apa yang diinvestasikan oleh Langkaaba di tambang beralih kepemilikan ke NA.
“Itu dipelajari saja, mana yang benar (pernyataan NA), kalau keterangan saya sesuai fakta yang ada dan saya bisa pertanggungjawabkan secara hukum. Tidak ada yang pintar di dunia ini, cuman kebenaran,” kata Yongki menanggapi klarifikasi NA.
Jika bukti-bukti yang dikatakan Yongki benar adanya, bisa jadi kasus yang awalnya dilaporkan atas dugaan penipuan dan penggelapan, berubah menjadi kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara. Maka, aparat penegak hukum baik kejaksaan, kepolisian bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah bisa menindaklanjuti hal tersebut.
Terkait dugaan skandal fee proyek ini, Kepala Seksi Intelejen (Kasi Intel) Kejari Buton, Nobertus Dhendy Restu Prayoga saat dikonfirmasi wartawan media ini, Jumat (9/5/2025) tidak banyak berkomentar. Dia beralasan belum ada pihak yang memasukkan laporan. Meski begitu, Kejari Buton siap menangani perkaranya jika ada yang melaporkan.
“Yang pasti untuk sampai saat ini, kami belum ada terima laporan pengaduannya, Mas. Iya laporkan saja. Biar nanti teman-teman Pidsus yang tangani,” kata Dhendy. (Adm)